Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kemarahan Burung

1 September 2022   21:48 Diperbarui: 1 September 2022   22:12 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Burung-burung datang dan mengeroyok sekelompok pelari. Mereka sadar bahwa kiasan telah memainkan peran panjang dalam sejarah ketakutan manusia, tetapi mereka tidak memiliki cara lain. Para pelari merunduk dan terus berlari di sepanjang trotoar. Burung-burung itu mendekat. Para pelari mengusir mereka dengan telapak tangan.

Seorang pelari berteriak, "Menyebar!"

Para pelari berhamburan.

Burung-burung, gagal menyerang, melesat ke langit dan berkumpul kembali. Tidak sepenuhnya yakin alasan untuk serangan membabi buta mereka, tetapi mereka tahu itu bukan yang terakhir. Ada sesuatu yang berbaur di udara tempat mereka terbang yang berarti kematian para kadal. Jantung burung-burung kecil berdegup tanpa ampun dan untuk pertama kalinya dalam kehidupan mereka, burung-burung kecil bisa merasakan jantung yang berdegup. Sesuatu di dalam dada mereka mengetuk ingin keluar.

Burung-burung berkibar-kibar di langit sampai seratus titik manusia muncul di bawah mereka, isi taman kanak-kanak yang baru saja keluar.

Satu burung melakukan terjun bunuh diri dan sekaligus semua burung melakukan gerakan bunuh diri bersama, mendarat di trotoar dan di kaki dan kepala anak-anak.

Guru TK berteriak dan melambaikan tangannya, tetapi burung-burung itu menolak pergi. Para guru dengan panik menggiring para siswa kembali ke dalam gedung sekolah. Jika seekor burung mencoba masuk untuk memburu seorang siswa, para guru akan memukulnya. Segera semua anak-anak berada di dalam dan melihat keluar jendela kaca serupa piring besar.

Burung-burung itu marah. Mereka sangat marah. Mereka berseliweran di trotoar yang tadinya ditempati oleh siswa TK dan sekarang hanya dihuni oleh mereka.

Mereka tidak terbang.

Mereka merasakan nyeri denyut kejahatan di dalam dada mereka seolah-olah diarahkan oleh medan magnet yang menjadi benih di dalam diri siswa TK. Di balik jendela kaca ada hati yang tercoreng oleh bintik-bintik hitam yang tumbuh. Di depannya, tertatih-tatih di trotoar, adalah anti-materi bintik, bagian yang terseret ke mana pun bintik itu pergi.

Kaca beruap oleh napas dan sidik jari anak-anak TK. Trotoar perlahan memutih karena kotoran. Setiap kelompok saling menatap, menunggu, melihat antek-antek neraka yang tidak tahu apa-apa. Matahari bersinar.

Waktu berjalan dengan sangat lambat.

Kemudian pintu tempat anak-anak TK masuk terbuka, dan keluarlah salah satu guru TK. Tubuhnya tinggi dan rambutnya abu-abu dan mengenakan jaket bertudung. Dia memakai riasan mata. Burung-burung berbalik sebagai satu kesatuan menghadapinya.

Wanita itu berjalan sendirian ke arah burung-burung itu. Burung-burung tidak bubar, tidak menyebar. Mereka berdiri, merasakan kekosongan jiwa wanita yang menyedot mereka. Ada sesuatu yang indah tentang kemanusiaan yang buruk ini. Sesuatu yang elegan. Burung-burung menjadi warga kerajaan yang penuh rasa ingin tahu.

Ketika dia mencapai barisan burung, sang guru melepas jaket bertudungnya dan melemparkannya ke trotoar di belakangnya. Anak-anak TK, yang tidak diperhatikan siapa pun, tersentak. Sang guru mengenakan bra dan celana dalam, jatuh tertelungkup ke dalam kelompok burung, membuka setiap pori-porinya untuk menerima paruh mereka.

Bandung 1 September 2022

Sumber ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun