Kaca beruap oleh napas dan sidik jari anak-anak TK. Trotoar perlahan memutih karena kotoran. Setiap kelompok saling menatap, menunggu, melihat antek-antek neraka yang tidak tahu apa-apa. Matahari bersinar.
Waktu berjalan dengan sangat lambat.
Kemudian pintu tempat anak-anak TK masuk terbuka, dan keluarlah salah satu guru TK. Tubuhnya tinggi dan rambutnya abu-abu dan mengenakan jaket bertudung. Dia memakai riasan mata. Burung-burung berbalik sebagai satu kesatuan menghadapinya.
Wanita itu berjalan sendirian ke arah burung-burung itu. Burung-burung tidak bubar, tidak menyebar. Mereka berdiri, merasakan kekosongan jiwa wanita yang menyedot mereka. Ada sesuatu yang indah tentang kemanusiaan yang buruk ini. Sesuatu yang elegan. Burung-burung menjadi warga kerajaan yang penuh rasa ingin tahu.
Ketika dia mencapai barisan burung, sang guru melepas jaket bertudungnya dan melemparkannya ke trotoar di belakangnya. Anak-anak TK, yang tidak diperhatikan siapa pun, tersentak. Sang guru mengenakan bra dan celana dalam, jatuh tertelungkup ke dalam kelompok burung, membuka setiap pori-porinya untuk menerima paruh mereka.
Bandung 1 September 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H