Lelaki itu membuka kancing atas jas hujannya, memperlihatkan dasi yang kusut. "Aku ingin memesan kamar, Pak," katanya. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling bar. "Kalau masih ada kamar kosong."
"Hanya untuk satu malam?" tanya Danar.
"Ya. Mungkin dua, tapi aku harap tidak."
Dia lalu batuk berdahak dan mengeringkan tangannya dengan handuk kecil yang ditawarkan Danar. "Ada sedikit masalah dengan mobilku."
"Sepertinya kami bisa memperbaikinya untuk Anda, Pak," kata Danar dengan ramah.
Lelaki itu melepas jas hujannya dan maju ke bar. Hangatnya udara dalam ruangan telah memulihkan sebagian rasa percaya dirinya dan suaranya jauh lebih nyaring. "Sekarang, yang saya butuhkan hanyalah minuman yang enak. Lebih baik kalau ada sebotol wiski."
Danar membuka tutup botol dan menuangkannya ke dalam gelas. "Apakah ini cukup, Pak?"
"Tidak." Dia mengambil gelas dan menghabiskannya dalam sekali teguk. "Sekarang jauh lebih baik."
Alkohol mulai bekerja dan sedikit rona merah memenuhi pipinya yang kasar. Aku duduk mengawasinya tanpa semangat. Malam ini akan menjadi malam yang panjang dan dalam, suasana hatiku belum pulih. Dia tidak akan menganggapku sebagai teman minum yang sempurna.
Dia menyesap gelas kedua dan menghapus bibirnya dengan punggung tangan.