Papan-papan itu dengan mudah dilepasnya dan lembar-lembar rupiah menari-nari di mata si pencuri. Ketika dia merasa cukup membongkar barikade untuk mengakses pintu, dia memecahkan kaca dan mengintip ke dalam. Tidak ada apa pun selain kegelapan, yang menambah rasa penasaran sekaligus keserakahan.
Membongkar kunci cukup mudah dan pintu terbuka tanpa banyak tenaga. Dia masuk, melepaskan senternya, berhati-hati untuk tidak menyalakannya sampai dia cukup jauh di dalam. Suara-suara samar tidak akan menarik perhatian, tetapi tidak berarti bahwa dia boleh sembrono memberi petunjuk visual tentang kehadirannya.
Aroma manis yang samar dan membangkitkan renjana menggantung di udara dalam ruang toko. Entah bagaimana mengingatkannya pada masa mudanya, tetapi dia tidak dapat menemukan ingatan yang akan memberi tahu dia alasan untuk kerinduan itu.
Tangannya melesat mencopot beberapa lembar kain yang memicu perasaan lain, kali ini yang bisa dia tempatkan. Rasanya seperti sepatu kecil yang digunakan adik perempuannya untuk menari, yang menjelaskan aroma manisnya juga.
Dia akan menjarah pakaian sebanyak yang dia bisa bawa dan keluar. Dia menyiapkan senternya, menyalakannya dan langsung menjatuhkannya. Jeritannya menlengking kekanak-kanakan, bernada tinggi, penuh teror.
Dari sudut barunya di lantai, senter memancarkan bayangan gelap yang panjang pada seribu wajah tak bernyawa, semuanya menatap si penyusup. Dia terhuyung-huyung kembali ke kegelapan, gemetar, tersandung sesuatu dan jatuh menghadap sepasang mata yang melotot, menatapnya tanpa berkedip.
Akhirnya dia tak tahan lagi. Sambil berteriak, dia berlari keluar dan berlari demi kelangsungan hidupnya, selamanya sembuh dari kleptomania.
Sementara itu, di 'Boys & Dolls', suara mekanis bayi mungil sekali lagi memecahkan kesunyian, meminta popoknya diganti.
Bandung, 14 Agustus 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H