"Cuacalala," kataku. "Nimbusa Koma Lava. Siap melayani Anda."
Aku membungkuk sedikit, memasukkan tangan ke saku dan mengeluarkan kerikil bening yang kuletakkan di atas meja. Tuan dan Nyonya Doolay melongo saat benda itu ,embesar menjadi bola kristal. Untung mereka tidak bertepuk tangan. Aku tidak yakin apa yang akan ku lakukan jika mereka bertepuk tangan.
"Ini adalah anak yang kamu inginkan," kataku. Tuan dan Nyonya Doolay mengintip ke dalam bola kristal itu. Gambar seorang anak kurus berubah fokus dari buram.
"Kenapa dia....?" Tuan Doolay mengibaskan jarinya.
"Ada bekas luka di matanya?" Aku mengusap daguku dan mengangguk bijak. "Standar untuk anak yang ditakdirkan untuk menjadi orang besar."
"Ditakdirkan?" Alis Tuan Doolay terangkat.
"Orang besar?" tangan Nyonya Doolay terangkat ke dadanya.
"Ah," kataku. "Pernah mendengar tentang Lord Polmedot di gubuk kalian?"
"Pondok Indah."
"Terserah," gerutuku. "Kalian pernah mendengar apa yang ingin dia lakukan? Menguasai dunia, kegelapan selama seribu tahun, malapetaka?"
Tuan dan Nyonya Doolay mengangguk, mata terbelalak.