"Tenanglah," kataku dan mendorongnya kembali ke bantal. "Apa yang kamu katakan?"
Dia kembali mengigau. Aku hanya mengerti satu dari sepuluh kata-katanya.
"Dia sepertinya memanggil nama seseorang," kataku pada Kirana, "tapi aku tak paham sisanya."
Kirana membungkuk dan dengan lembut menyeka keringat dari dahi si pelaut. Anak muda itu meraih tangannya dan mengigau, "Kartika, Kartika..."
"Aku tidak yakin apa yang membuat dia mengigau nama itu," aku menambahkan. "Dia jelas mengigau."
Kirana yang malang tampak ketakutan karena anak muda itu tak melepaskan cengkeramannya sambil terus mengigau keras. Aku membantu membebaskan tangannya dengan susah payah, dan kami mengembalikannya posisinya ke tempat tidur. Perlahan-lahan gumamannya berhenti dan napasnya menjadi lebih ringan. Tiba-tiba dia jatuh pingsan dengan kecepatan yang jauh dari normal.
 "Sebaiknya kita tinggalkan dia sekarang. Sepertinya tidak ada lagi yang bisa kita lakukan," kataku pada Kirana.
Kirana mengangguk kelelahan. "Terima kasih, Tuan Handaka."
"Bukan masalah, dan tolong panggil aku Han," balasku sambil menatap matanya yang dalam. 'Kamu sepertinya butuh minum sebelum istirahat."
Kirana mengangguk lemah. Aku melihat air mata menggenang di kelopak matanya.
"Saya bukan perawat, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan untuk membantunya." Dan tangisannya pun pecah.