Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Begal Rimba Tulang Bawang (Bab 11)

7 April 2022   22:00 Diperbarui: 7 April 2022   22:01 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Palupi menghela napas.

"Kenangan masa kecilku tak banyak. Yang paling kuingat adalah ambu dengan kaki terentang seperti sayap rajawali, mencengkeram punggung seorang pria yang menghimpitnya.

Aku tidak mengerti apa-apa saat itu. Aku hanya seorang gadis kecil. Yang Aku tahu, setiap malam, selalu da laki-laki yang datang ke gubuk kami dan ambu dengan kaki terentang seperti kepak sayap rajawali ,dan pria itu melakukan gerakan-gerakan aneh di atasnya. Sebelum pulang, para pria itu akan memberikan ambu perhiasan, pakaian, makanan, dan kadang-kadang tuak.

Waktu itu, aku menganggap pemandangan itu lucu dan sering tertawa dibuatnya. Aku bahkan bangga karena aku percaya ambu adalah orang yang tenar karna banyak orang yang bertamu ke gubuk kami setiap malam.

Kamu seharusnya melihat wajahku ketika anak-anak lain mengejek dan mengata-ngatai bahwa ambu adalah perempuan jalang, ganika, sundel. Awalnya aku tak tahu arti kata-kata itu, tetapi mereka berhasil menjelaskannya padaku. Sejak hari itu, rasa hormatku untuk ambu pupus. Lenyap. Perempuan yang sangat aku hormati. Perempuan yang kujadikan panutan hidupku tidak lain hanyalah seorang pelacur.

Seiring berjalannya waktu, aku semakin tak tahan dengan ejekan dan tatapan menghina yang dilontarkan penduduk desa kepada kami setiap kali kami berada di luar gubuk. Akhirnya, seorang saudagar yang tampan dan kaya mengunjungi desa kami. Dia mengajakku, maka aku minggat bersamanya dari desa, dari rumah, dari ambu, dengan keyakinan bahwa aku dapat membangun hidup yang lebih baik daripada kehidupan ambu yang memalukan.

Keyakinanku lenyap ketika saudagar yang menjadi kekasihku itu mencoba menjualku di tempat pelacuran. Aku berusaha melarikan diri tapi berhasil ditangkap lagi. Untung saja, dalam perjalanan kembali, gerombolan perampok menghadang dan mereka menjadikan sebagai anggota mereka, alih-alih membiarkan aku mati kelaparan di wilayah yang sama sekali asing bagiku.

Butuh waktu dua windu untuk menyadari bahwa hidup tidak lain adalah perjalanan yang penuh perjuangan. Untuk menghidupiku, ambu mencampakkan martabat dan harga dirinya, hanya untuk memberi makan mulutku. Dulu aku tidak mengerti semua itu, tetapi sekarang aku melihat diriku dan pemahamanku terbuka. Mengapa aku menjadi begini? Mengapa aku menjadi perampok?

Aku melakukannya untuk bertahan hidup. Hal yang sama mengapa ambu memilih untuk menjadi ganika. Mungkin karena ambu tidak memiliki bakat atau keterampilan dan itu pilihan terakhirnya. Dia melakukannya, dengan menanggung aib dan penghinaan, karena dia melakukannya untukku."

Keti melangkah mendekat dan menarik Palupi ke dalam pelukannya. "Maafkan aku."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun