Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tanpa Kata-Kata yang Terucap (2 Fiksi-100-Kata)

7 April 2022   10:00 Diperbarui: 7 April 2022   10:02 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata yang Tak Terucap

Suatu ketika, kamu mengenal seorang gadis dan kamu mencintainya meskipun tidak pernah mengatakannya. Selama bertahun-tahun, kamu tidak pernah sekali pun mengatakannya.

Itu membuatmu tak tergantikan. Siapa lagi yang bisa mengatakan begitu banyak dengan sangat sedikit kata? Berdua, kalian memberi nama pada setiap tanaman, tempat dan hewan. Alih-alih berbicara tentang cinta, kamu berbicara tentang Paris di musim semi, tentang singa di Kalahari.

Itu adalah bahasa yang kata-katanya menjadi kenangan dan tak ada bandingannya.

Namun, kini tak ada lagi kenangan. Tidak ada tempat, tidak ada hewan atau tanaman.

Tidak ada kata-kata ayang tersisa untuk tidak mengatakan, aku mencintaimu.

Untuk tidak mengatakan, kembalilah.

Bandung, 7 April 2022

***

Tak Mampu Berkata-Kata

Tes. Lagi-lagi tes.

Keluarkan aku dari sini!

Seorang dokter muda, wajahnya berjerawat dan napasnya bau jengkol, menyorotkan sinar dari lampu senter yang menyilaukan ke mataku.

"Tidak ada tanggapan. Saya khawatir amantidine sepertinya tidak membantu."

Sialan kau, Dok! Aku bisa mendengarmu!

Syauki dan Dewi berdiri di dekatnya, bertukar pandang, pura-pura prihatin.

"Koma sangat bervariasi. Dalam kasus saudara Anda, saya khawatir tidak ada lagi yang bisa kami lakukan." Dokter itu ragu-ragu. "Sulit untuk menyampaikan ini, tapi setelah bertahun-tahun, mungkin sudah waktunya."

Dia batuk-batuk, malu. "Ini formulirnya."

Syauki dan Dewi mendesah dan bergumam, kesedihan yang jelas-jelas palsu terukir di wajah mereka.

Tunggu, tidak!

Bandung, 7 April 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun