Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Simbologi pada Kontak Pertama

5 April 2022   10:00 Diperbarui: 5 April 2022   10:02 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
roadtrafficsigns.com

Akhirnya, beberapa makhluk berbaju cokelat dengan simbol penguasa muncul dan menunjukkan simbol kekuasaan mereka padaku. Ini adalah orang-orang yang ingin kuajak bicara.

Hal pertama yang perlu kujelaskan adalah bahwa aku datang dengan damai, dimulai dengan memperkenalkan namaku.

Aku mencabut bolpoin laser besar dari kantong penyimpananku dan mengarahkannya ke tanah. Aku akan mengukir namaku di tanaman tanah hijau menggunakan simbol sehingga mereka bisa mengerti. Bagian bundar di sebelah kiri, mengarah ke busur besar ke atas, yang turun kembali ke bagian bulat lain di sebelah kanan. Sebuah titik tepat di bawah bagian atas busur, lalu garis bergelombang di atasnya.

Sempurna.

Aku menunjuk ke simbol itu, lalu ke diriku sendiri saat aku menyebut namaku.

"Jankom Wog!" Mereka melihatku, lalu ke simbol, lalu kembali menatapku.

Aku menunjuk simbol itu dan berbicara lagi, kali ini lebih keras. "Jankom Wog!" Lalu aku menunjuk diriku sendiri dan berbicara. "Jankom Wog!"

Makhluk-makhluk itu melihat bolak-balik beberapa kali sebelum mereka semua mulai terpental dengan aneh. Mereka tampaknya berada dalam semacam rasa sakit.

Beberapa dari mereka jatuh berguling dan memegang bagian tengah mereka, tidak dapat melakukan hal lain. Makhluk yang berkuasa meletakkan tongkat kekuasaan mereka dan membuat suara yang sama seperti yang lainnya.

Beberapa makhluk menghampiriku dan memukul punggungku dengan keras sambil tetap mengeluarkan suara itu. Wajah mereka tampak tertutup kegembiraan, bukan ketakutan.

Mungkinkah suara itu adalah semacam tawa versi mereka? Aku heran kenapa mereka menertawakan namaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun