Mungkin dia tidak suka serangga, kataku pada Doni.
Doni megusulkan agar kami memasukkan beberapa ke dalam toples dan mencampurnya di mangkuk makanan Bekasi keesokan harinya? Kita bisa membuatnya nyaman.
Aku tidak dapat menemukan stoples, kataku, dan tidak lagi khawatir. Dia tidak akan ingat di mana kami menyimpannya atau bahkan berpikir untuk mencari di lemari gudang.
***
Melalui pintu kasa, aku melihat Doni dan Bekasi mengejar seberkas cahaya dalam kegelapan yang semakin bertambah bayak. Aku tidak bisa keluar saat senja, karena kunang-kunang bukan satu-satunya serangga yang lebih menyukai waktu ajaib ini.
Nyamuk tidak menggigit Doni, hanya aku. Mereka adalah musuhku. Tidak semua musuh bebuyutan adalah manusia.
Di radio kemarin, seorang reporter menceritakan kisah seorang pria yang tidak mengikuti pedoman kesehatan tentang nyamuk. Dia membiakkan mereka di sebuah kolam di halaman belakang rumahnya. Di kolam ada ikan nyamuk, Gambusia affinis, yang memakan nyamuk saat mereka menetas. Ketika ikan nyamuknya mati, pria itu berencana untuk memasukkan sepasang kaus kaki kotor ke dalam kolam. Kombinasi ini, katanya, juga beracun bagi nyamuk.
Beberapa minggu sebelumnya, aku membaca cerita lain di majalah bekas. Orang ini juga membiakkan nyamuk, supaya dia bisa menemukan cara baru untuk membunuh mereka dengan racun, mati lemas, babak belur, dan lain-lain. Dia bertekad untuk membuat mereka menderita, seolah-olah rasa sakit dapat membuat mereka berpikir dua kali tentang penderitaan mereka.
Dia memiliki selera humor yang sama dengan Ayah, bahkan di bulan-bulan terakhir, ketika kankernya semakin parah.
***
Ketika Bekasi akhirnya menguasai trik menangkap kunang-kunang, Doni bertanya apakah aku akan keluar sekali ini saja.