Kadang-kadang aku melihat ke luar jendela sebuah rumah di film dalam dan merasa rindu rumah. Ini membawa kembali kenangan yang tidak ada hubungannya dengan jendela. Ini membawa kembali bau dan suara teredam yang menjadi tajam dan utuh, dan tiba-tiba, aku sudah di sana, lagi.
Ganang sudah selesai makan. Dia tahu cara menggunakan sumpit.
Ayahku menyerah lebih dulu, lalu mengambil garpu untuk melilit mi tektek setelah lelah menggerutu dan mengerang. Aku tidak menyerah. Aku suka gaya Ganang. Tangannya yang besar dan berbulu. Dia suka mengatakan "apa pun yang membuat mereka berhenti menyembah rezim," dan aku tidak terlalu suka rezim.
Dia mengatakannya sepanjang waktu, seperti di malam hari ketika ibuku berbicara tentang facebookku yang diberangus, dia mengatakan "apa pun yang membuat mereka berhenti menyembah rezim."
Ibuku tertawa, meskipun dia adalah seorang pengagum rezim.
Aku tidak mengerti, tetapi akhirnya aku mengerti tentang sumpit ketika Ganang menceritakan sebuah kisah tentang waktu dia di Zimbabwe dan mengalami kecelakaan bus.
Aku bertanya kepada ayah, bisik-bisik, di mana Zimbabwe berada. Dia mengangkat bahu.
"Afrika," Ganang memberitahuku. Telinganya pasti sangat besar di balik rambut gondrong itu. Dia tersenyum, "Aku ikut Demonstran Lintas Batas,"
"Apa itu Demonstran Lintas Batas?" tanya adikku.
Ibuku tersenyum, "mereka pergi ke negara lain dan memprotes apapun yang mereka ingin protes."
"Seperti Ayah," kata adikku.
Mendengar ini, Ganang tertawa, "tidak persis seperti itu," katanya.
"Apa artinya?" Ayahku mengerutkan kening ke arahnya, garpu tergantung di udara.
Ganang mencomot potongan kangkung dengan gerakan pergelangan tangan yang gesit. "Tidak ada, hanya saja, apakah aparat benar-benar membantu orang?"
Ayah menarik napas seperti yang dia lakukan ketika dia akan berteriak. Namun sebaliknya, dia melihat ke ibuku. Dia melihat kembali ke Ganang.
"Hm," hanya itu yang dia katakan. Dia mengambil garpunya kembali dan melanjutkan makannya. Aku menyadari ibu dan adikku berhenti makan. Aku juga.
Sesaat kemudian, kami semua meraba-raba sumpit kami lagi. Aku berhasil menjepit udang. Mengunyah, aku melihat ke atas, ke luar jendela. Aku bisa mendengar Ganang menceritakan kisah lain. Aku mendengar dia mengatakan sesuatu tentang terjebak di bandara. Aku mendengar ibu mengatakan bahwa aku ingin menjadi pilot.
Aku melihat kembali ke meja dan tersenyum. Saat membuka mulut untuk mengatakan bahwa aku sudah berubah pikiran, Ganang sambil tertawa berkata, " apa pun yang membuat mereka berhenti menyembah rezim."
Ibuku tertawa.
Ayahku berdeham saat dia bangkit berdiri. Kemudian, tanpa sepatah kata pun dia pergi.
Aku bisa mendengar  suara pintu dibanting. Aku melihat adikku, dia mengangkat bahu. Ibuku menepuk salah satu tangan Ganang yang berbulu dan berkata, "oh, tidak apa-apa."
Dia menepuk tangannya lagi, lembut.
"Tidak apa-apa," katanya.
Tapi, aku melihat tangannya yang lain menggunakan sumpit untuk menjepit segenggam mi. Benar-benar sangat mengesankan.
Bandung, 28 Maret 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H