Tadi saya teringat bahwa kemarin saya menulis dua artikel dengan judul yang mengandung kata ulang sempurna. Buru-buru saya periksa, karena sudah menjadi kebiasaan admin Kompasiana untuk mengubah kata ulang sempurna (full reduplication) pada judul yang tulis yang sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) menjadi tidak sesuai dengan PUEBI. Atau dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Atau dengan Edjaan Republik yang dikenal sebagai Edjaan Soewandi, atau dengan Edjaan Van Ophuijsen.
Atau dengan ejaan mana pun yang berlaku di seluruh dunia.
Tapi sebelum membahas tentang anomali penulisan kata ulang sempurna pada judul artikel di Kompasiana, mari kita tinjau ejaan yang pernah dan sedang berlaku di Indonesia, khususnya penulisan kata ulang sempurna (full reduplication) pada judul. Untuk itu, kita bahas beberapa istilah yang berkaitan dengan kata ulang.
Kata Ulang
Kata ulang terdapat pada hampir seluruh bahasa yang ada di muka bumi. Umumnya, pengulangan kata hanya terjadi sekali. Namun dalam beberapa bahasa terdapat kata dasar yang diulang dua kali (triplication) seperti dalam bahasa Akan, Ewe, Min Nan, Mwoakilloa, Pingelap, Shipibo, Stau. Contoh dalam bahasa Indonesia: dag-dig-dug, dar-der-dor.
Berdasarkan pola pengulangan, kata ulang dapat digolongkan menjadi:
- kata ulang sempurna (full reduplication) Inilah kata ulang yang paling banyak dalam bahasia Indonesia dan rumpun Malayo Polinesia umumnya.
contoh: kata-kata, makan-makan, hati-hati
- kata ulang sebagian (partial reduplication), contoh seakan-akan, seolah-olah. Â
Berdasarkan posisi pengulangan, kata ulang dapat dibagi menjadi:
- pengulangan suku kata awal (initial reduplication, prefixal)
- pengulangan suku kata akhir (final reduplication, suffixal)
- pengulangan suku kata antara (internal reduplication, infixal)
Masih ada beberapa pola pengulangan kata yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia mau pun rumpun Malayo-Polinesia, sehingga tidak perlu dibahas di sini.
Penulisan kata ulang
Menurut ejaan yang pernah dan sedang berlaku di Indonesia (van Ophuijsen, Soewandi, EYD, dan PUEBI), kata ulang disatukan dengan tanda-hubung (-), kecuali pada periode Ejaan Republik (Soewandi) diizinkan penggunaan tanda pangkat dua (2). Hanya di Indonesia dan Malaysia yang menggunakan tanda hubung (-). Di tempat lain, yang berlaku adalah terpisah sebagai dua kata atau menjadi satu kata tunggal. Kalaupun ada pengecualian, saya hanya menemukannya di nama pemain sepak bola asal Kamerun, Eric Daniel Djemba-Djemba, yang sempat dikontrak Persebaya pada tahun 2015, tapi gagal menampilkan permainannya karena PSSI terkena sanksi FIFA.
Penulisan kata ulang sempurna pada judul menurut Ejaan Baku
Kata ulang yang dituliskan pada judul (artikel, buku, film, lembaga, dan lain-lain), kecuali di era Ejaan Republik, ditulis dengan huruf kapital untuk huruf awal kata-katanya, Misalnya: Hati-Hati Memilih Kata-Kata, Kupu-Kupu Menari di Langit-Langit.
Saat Ejaan Soewandi, dibolehkan untuk menulis Hati2 Memilih Kata2, Kupu2 Menari Dilangit-Langit.
Kata ulang sempurna pada judul di Kompasiana
Seperti saya sebutkan di awal tulisan ini, Kompasiana (baca: Kompas) mempunyai gaya selingkung (inhouse style) yang berbeda dengan ejaan baku. Misalnya, dari contoh di atas, maka judul akan diubah menjadi Hati-hati Memilih Kata-kata, Kupu-kupu Menari di Langit-langit
Dari diskusi grup WhatsApp, ada yang menginfokan bahwa gaya selingkung Kompas adalah rekomendasi konsultan asing, meskipun ketika saya minta untuk mendapatkan Prosedur Penulisan Kompas belum ada yang bisa memberikan kepada saya, sehingga saya meraba-raba alasan 'konsultan asing' itu mengusulkan gaya selingkung yang aneh tersebut.
Sepengetahuan saya, hanya ada dua cara penulisan judul: Dengan huruf kapital untuk setiap awal kata dalam judul kecuali kata tertentu, misalnya kata depan (First Capital Letter Capital), atau tulisan judul seperti kalimat lain dalam artikel (selain kata pertama dan nama, semuanya diawali huruf kecil).
Indonesia mengikuti yang pertama, sedangkan Eropa umumnya mengikuti yang kedua, meskipun beberapa lembaga di negara-negara tersebut menciptakan gaya selingkung yang berbeda, tapi dengan alasan bagus. Â Misalnya, Library of Congress Amerika Serikat (semacam Perpusnas di Indonesia) menggunakan gaya selingkung kedua untuk katalog dalam terbitan yang diikuti oleh seluruh lembaga yang menggunakan ISBN dan ISSN sebagai pembakuan penerbitan.
Sebagian pemuisi di Indonesia, menggunakan poetica licentia dengan untuk menuliskan kata ulang sempurna tanpa tanda hubung dan spasi. Alasannya masuk akal, kata ulang adalah satu kata, seperti halnya penambahan 's' atau 'es' dalam bahasa Inggris tidak menjadi kata ulang sebagai dua kata. Alasan kedua karena ada beberapa pola tuang puisi berdasarkan jumlah kata atau 'ketukan' yang bisa kacau jika kata ulang ditulis terpisah, emski dengan kata hubung.
Maka, jika Kompas(iana) bisa memberikan alasan logis tentang tata penulisan kata ulang sempurna di luar ejaan baku yang berlaku, saya akan menulis judul artikel sesuai gaya selingkung K.
Mohon maaf jika terdapat kekeliruan atau kekurangan dalam artikel ini.Â
Majulah literasi Indonesia.
Bandung, 25 Maret 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H