Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Model Penularan

23 Maret 2022   08:08 Diperbarui: 23 Maret 2022   08:13 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Retorika para penguasa telah berkembang pesat dalam populasi yang memendam kebencian dan kemarahan jauh sebelum mereka naik ke tampuk kekuasaan. Di negara mana pun, virus ini telah menyebabkan perang informasi yang menakutkan. Virus ini menyebar dengan mudah selama ini karena bahkan para pakar pun tidak memahaminya. Virus yang memicu permusuhan kelas dan rasisme yang sangat banyak terjadi di masyarakat kontemporer kita. Virus yang dicurigai karena ada pihak yang bebas melakukan apapun tanpa batas sementara di setiap kalimatnya mengancam pihak lain.

Jiwa penulis dalam dirimu membuktikan simetri metaforanya. Dan jika masalah metafora itu, dalam hal ini, hidup dan mati yang sebenarnya, mungkin bisa memuaskan. Tapi itulah tragedinya, bukan?

Baik virus maupun penguasa telah menjadi bencana besar, di luar perkiraan terburuk kita. Dan kita hidup melalui periode dalam sejarah ketika kehancuran tujuh tahun terakhir ini begitu beracun dan mencemari, memangsa kita yang paling rentan, sehingga momok menular semacam ini tampaknya paling cocok, paling buruk, yang tak terhindarkan.

Untuk lebih jelasnya, kamu tidak menyarankan bahwa korban yang tak terkatakan sejak tahun 2020 - jiwa-jiwa yang memilukan yang telah hilang pada penyusunan kalimat ini - adalah masuk akal. Sebaliknya, mereka adalah contoh individu dari bencana yang tidak dapat dijelaskan.

Dan jika tahun 2020 - 2021 yang terdiri dari sekian bencana tampaknya menjadi babak terakhir yang cocok dan representatif untuk enam tahun terakhir, mungkin di suatu tempat tidak diketahui level tragisnya karena ini adalah satu-satunya tempat dan waktu yang bisa kita capai.

Mungkin kita telah bergerak lebih jauh dari rasa atau empati atau kemanusiaan daripada yang kita takutkan. Mungkin jalan menuju pemulihan yang serupa, di semua lini, akan lebih lama dari yang kita kira.

Seperti yang dikatakan dokter pukul tiga pagi dini hari, keniscayaan masih berperan dalam hal apa yang terjadi selanjutnya.

Kamu tak ingin ada yang salah paham. Kamu ikut mengakui secercah harapan baru-baru ini. Vaksin! Tapi kamu tak tahu lagi siapa yang dapat dipercaya, karena kamu sangat lelah, dan mereka sangat berkuasa.

Di luar harapan yang belum jelas itu, bahkan ketika kamu mencoba untuk melihat ke masa depan, kamu khawatir bahwa metafora penulis tetap berlaku. Sama seperti AZ, Pfizer, Moderna dan Sinopharm bukanlah obat. Begitu juga rezim yang terus-terusan bermain. Dan kini pihak farmasi mendengungkan perlunya vaksin keempat, padahal demam dari yang kedua belum reda.

Jika pemodelan penularan sesuai dengan kenyataan empat tahun terakhir, konsekuensi yang tidak diketahui dari vaksin kemungkinan akan tetap ada, karena tidak ada yang tahu berapa lama.

Dan keniscayaan yang sebenarnya, mungkin kamu tidak akan pernah sepenuhnya sembuh dari vaksin itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun