Aku tidak punya pilihan selain menenangkan diri dan mendengarkan. Dia mengajukan pertanyaan, subjek demi subjek, nyaris tidak berhenti di antara setiap topik.
Aku menyadari bahwa jika aku mulai berbicara, dia akan berhenti, dan dengan enggan aku mulai menjawab pertanyaannya
Seperti yang kuduga, dia berhenti. Dia tidak duduk tetapi berdiri dan mendengarkan dengan penuh perhatian. Bahkan dengan anggun, ketika aku dengan kikuk tergagap pada monolog pertama dari banyak monolog yang terpaksa kulakukan selama beberapa bulan mendatang.
Aku bukan pakar pada satu dari ratusan subjek yang kubahas dan liput, tetapi aku rasa aku menyampaikannya dengan cukup baik.
Meski grogi, sejak awal aku berusaha tampil baik. Aku baru menyadari bahwa aku tahu lebih dari sedikit tentang banyak hal. Bolak-balik beberapa dekade dan abad dan di seluruh dunia. Tapi aku membenci setiap detik saat saya dipaksa untuk bertahan dengan makhluk hijau kecil itu.
Aku membencinya. Dia menyelidikiku. Dia mengorek isi otakku. Penampilan dan suara nyaring yang pada mulanya kuanggap sangat tidak orisinal itu mulai menggelikan.
Setiap malam, ketika istriku kembali ke rumah dan kami mendengarnya membuka pintu pagar dan memutar akank kunci di lubang pintu, aku berhenti berbicara dan dia juga.
Pertanyaan-pertanyaannya, kenyinyirannya, langsung berhenti dan kemudian dia menghilang begitu saja. Jauh lebih cepat daripada cara yang berlarut-larut dan menyakitkan dan ganjil ketika dia akan muncul kembali. Tapi tentu saja aku tahu dia akan muncul kembali dan itu tidak akan berhenti, bukan untukku.
Alien itu terus menghantui setiap jam bangunku dan aku jarang tidur. Habis sudah waktuku untuknya.
Aku berharap dia akan menghilang, tetapi ketika aku bangkit dari sofa dan menjulang di atasnya, menjulurkan tanganku, dia tidak menghilang. Mungkin jika aku mengendurkan cengkeramanku, tetapi aku tak melakukannya
Aku melakukan apa yang harus kulakukan. Aku mencekik leher Alien itu.