"Oh, jangan Anda lagi."
Profesor Doktor Saraswati, pakar makhluk astral, melotot kepada sphinx besar yang menghalangi bagian pakaian wanita dari Rumah Mode Dunia Lain. Mitra Saras, Detektif Sanjo Kaimano menutup mata dan menghela napas panjang.
Sphinx yang mengenakan topi baret seniman biru muda di kepala manusianya yang besar. Enam syal diikat menjadi satu untuk membungkus leher dan bahu singanya yang lebar. Ekornya dengan santai melibat rak gaun dan membuatnya berputar-putar.
"Apa yang memiliki empat kaki di pagi hari--"
"Manusia," kata Saras dan Sanjo bersamaan.
Saras menambahkan, "Kamu tidak boleh berada di sini, Nefertingting. Pulanglah."
Bibir sphinx itu kembali menggeram. Cermin yang mengapit di ambang pintu memantulkan kilauan taring tajam.
"Itu tidak masuk hitungan karena kamu sudah tahu jawabannya. Aku akan membuatmu memecahkan teka-teki sebelum aku memberi akses ke ruangan ini!"
"Aku pernah membaca tentang sphinx," gumam Sanjo. "Tidak ada guna berdebat dengan mereka. Begitu mereka menduduki suatu tempat, mereka tetap tinggal sampai ada yang menjawab teka-tekinya."
"Seseorang sudah mulai belajar tentang makhluk astral," Saras tersenyum. "Apakah ini proyek sampingan atau Anda masih mencoba mencari tahu spesies apa saya sebenarmya?"
Sanjo tersipu. "Keduanya."
"Aku akan menanyakan teka-teki yang berbeda," kata Nefertingting, meminta perhatian mereka kembali.
"Bagaimana kamu bisa masuk ke sini?" tanya Sanjo.
"Dok gudang bongkar muat barang, mungkin," kata Saras.
Geraman Nefertingting mengguncang gedung pusat perbelanjaan. Gantungan di rak berderak. Sebuah manekin dengan sweter hijau jatuh ke lantai, begitu keras sehingga lengan dan kakinya terlepas. Alarm kebakaran meraung dari departemen lain.
Saras menelan ludah. "Tanyakan teka-teki Anda. Kami akan menjawab."
Sphinx mendengus marah. "Bagus. Jawab dengan benar, atau aku akan memakan kalian:
Aku memamerkan apa yang ada dan mungkin ada.
Aku berdiri tapi tidak bernapas.
Dibalut busana untuk menggoda, janjiku tidaklah gratis.
Bisakah kamu melihat dirimu di dalam diriku?"
"Gampang," kata Detektif Sanjo. "Jawabannya adalah cer---"
Saras menyikutnya. "Manekin."
Cakar Nefertingting mencungkil marmer lantai hingga terlepas. "Bagaimana kamu bisa tahu?"
Saras menunjuk ke manekin yang terguling. "Manekin memiliki tubuh, tetapi tidak bernapas, dan mencoba membuat Anda melihat diri Anda dalam pakaian mereka sehingga Anda akan membelinya di masa depan."
Sanjo berdeham. "Kamu benar-benar harus berhenti menggunakan teka-teki yang jawabannya ada di sebelahmu."
Dengan gusar, Nefertingting bangkit. Topi baret birunya menyapu plafon.
"Hati-hati, detektif," geramnya. "Ada orang baru di Andor yang menyebut dirinya Sultan. Lelaki yang dengan tatapannya saja membuat rambut, bulu, dan sisik berdiri, bahkan untuk kita makhluk gaib. Siapa pun yang menjulurkan kepala manusianya ke dalam urusan makhluk astral mungkin akan menemukan kepalanya ... terpenggal."
"Apakah itu ancaman serius?" tanya Sanjo.
"Ya."
Detektif itu berdeham. "Bagus. Cuma ingin memastikan kalau itu benar."
Saat Nefertingting berjalan tertatih-tatih, Saras mendekati Sanjo.
"Kita perlu memeriksa Sultan Andor. Namanya muncul dalam setiap kasus yang kita selidiki belakangan ini."
"Tidak hari ini," jawab Sanjo. "Kepolisian tidak punya anggaran untuk membayar lembur bulan ini. Lagi pula, ini hari Sabtu, dan giliranku untuk mentraktirmu makan malam. Kamu mau kutraktir makan malam apa?"
"Sup biawak kayaknya enak."
Lalu Saras tertawa geli Membalas pandangan tajam Sanjo, Saras tertawa. "Hanya untuk membuat Anda tetap waspada, Sanjo. Mi goreng bakso lebih sesuai dengan selera saya."
Bandung, 5 Maret 2022
Catatan: Penulis memutuskan untuk mengubah judul serial Saraswati: Pakar Paranormal menjadi  Saraswati: Pakar Makhluk Astral.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H