Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gadis Arang

22 Februari 2022   20:46 Diperbarui: 22 Februari 2022   21:38 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku bisa melihatnya memerkirakan berapa biaya yang harus dia bayar, berapa banyak darah yang harus dia persembahkan untuk mencapai keinginannya. Ibunya pasti tidak melewatkan rincian pengorbanan yang dilakukan dalam tawar-menawar dengan jenisku. Burung beo kesayangan dilemparkan ke dalam api untuk mendapatkan hati seorang pemuda bermata cokelat. Seekor anak kucing  belang tiga yang untungnya sekarat sebelum diserahkan ke tungku untuk mencari obat untuk anak yang sakit-sakitan. Berapa harga sebuah gaun? Sebuah kereta kuda? Malam yang begitu indah sehingga dia bisa menyimpan kenangan dan menyesapnya di tahun-tahun mendatang yang suram, semanis anggur merah?

Aku memikirkan ini sejenak.

"Kenapa aku harus membuatmu cantik hanya untuk satu malam," kataku akhirnya, "ketika aku bisa membuatmu menjadi seorang putri selama sisa hidupmu?"

Matanya melebar saat aku menceritakan kisah masa depan yang mungkin terjadi, di mana pukulan paling keras yang dia rasakan adalah sentuhan sutra di kakinya setiap malam. Masa depan di mana dia akan bangun dengan seorang pangeran tampan di sisinya dan kerajaan yang memuja di bawah kekuasaannya. Masa depan di mana kebahagiaan menenggelamkan ingatan yang tersisa dari lubang gelap tempat dia merangkak keluar.

"Kalau-kalau aku memang menginginkan kehidupan seperti itu untuk diriku sendiri," gumamnya, "berapa biayanya?"

Gadis itu mengepalkan tangannya yang kapalan ke dalam tinju di sisi tubuhnya, bersiap untuk mendengar jawabannya. Tidak diragukan lagi dia mengharapkan aku memberitahunya untuk membawakan anjing tua berkutu  yang dia dapatkan sebagai hadiah ulang tahun dari mendiang ayahnya ketika dia masih kecil. Anjing yang pada saat kedatangan ibu tirinya, telah disuruh tidur di gudang reyot di luar.

"Tidak ada," jawabku.

Mulutnya ternganga, dan aku tertawa.

"Jenisku tidak haus darah seperti yang dikisahkan dalam legenda," kataku padanya. "Tapi mungkin kamu bisa membantuku sedikit."

Aku mengatakan kepadanya bahwa aku hanya bisa melakukan perjalanan dari api ke api, dan sementara perapian dapur tidak nyaman, akan menyenangkan jika bisa berkeliaran di sekitar rumah sesekali.

Aku memintanya untuk mengisi panci kuningan tua dengan arang dari perapian dan menempatkan sepotong di setiap ruangan di rumah, di tempat-tempat di mana keluarga tirinya tidak akan melihatnya. Misalnya, di bawah tempat tidur atau di balik tirai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun