Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wajah Bermasalah

6 Februari 2022   21:00 Diperbarui: 6 Februari 2022   21:02 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepanjang ingatan Bayu, orang-orang selalu menyuruhnya untuk bergembira.

Bahkan ketika dia merasa bahagia, orang-orang tetap menyuruhnya untuk gembira.

"Kamu tidak dilarang untuk tersenyum, tahu?" kata mereka.

"Semangat, sobat. Hidup hanya sekali," kata mereka.

"Siapa yang meninggal?" mereka berkata.

Dan yang dimaksud adalah bahwa Bayu---Bayu yang sebenarnya, inner soul Bayu, atau apa pun yang Anda ingin menyebutnya, Bayu yang bertempat di dalam raganya, di balik matanya yang memandang dunia---bukanlah Bayu yang sama dengan yang dilihat orang-orang.

Wajahnya.

Wajahnya tidak bisa diandalkan.

Suatu sore yang membuatnya frustrasi, ketika Lila Dimaya mengatakan kepadanya bahwa gadis-gadis akan lebih menyukainya jika dia tersenyum, Bayu memutuskan sudah waktunya untuk perubahan.

Dia membeli cermin dan memakukannya di dinding kamar tidurnya.

Dia melihat ke cermin siang dan malam---berjam-jam, jika itu yang diperlukan---dan berlatih.

Berlatih sampai otot-otot di pipinya kram.

Berlatih sampai dia menguasai mimik wajahnya sendiri.

Berlatih sampai Bayu yang satu ini---Bayu yang dikenal orang selalu bermuram durja---menjadi Bayu yang tersenyum, bahagia, dan ramah.

Beberapa minggu kemudian dia melihat Lila Dimaya membantu seorang wanita tua yang jompo turun dari bus.

Lila Dimaya memergoki Bayu sedang menatap dan berkata, "Mengapa kamu tersenyum?"

"Aku tidak tersenyum."

"Sama sekali tidak lucu. Tersenyum karena seseorang yang kurang beruntung darimu dan membutuhkan bantuan."

Bayu tidak tahu harus berkata apa.

Lila Dimaya merengut padanya. "Penderitaan orang lain membuatmu bahagia, ya?"

Hal-hal seperti ini terus menerus terjadi kini.

Guru akan menanyakan apa yang lucu dan mengirimnya ke kantor kepala sekolah. Kemudian kepala sekolah, setelah memberinya ceramah panjang lebar tentang rasa hormat, akan bertanya kepadanya bagaimana dia berani tersenyum pada saat seperti ini.

Orang-orang akan merasa gugup di sekitar Bayu. Mereka memeriksa rambut mereka, wajah mereka, napas mereka. Apa sih, yang membuat Bayu tersenyum? pikir mereka.

Ketika Bayu gagal tampil serius dan bersedih pada pemakaman neneknya, dia tahu sudah waktunya untuk bercermin lagi.

Pada waktunya, mereka semua akan melihat Bayu yang asli.

Bukan Bayu yang tersenyum, bukan Bayu yang menyedihkan sebelumnya, tetapi Bayu yang asli. Bayu yang apa adanya.

Tapi kali ini, dia tidak ingin berlatih.

Dia mengambil palu dan menghancurkan cermin hingga berkeping-keping.

Seribu keping cermin tersusun riang di lantai.

Bayu melihat ke dalamnya dan sebuah lukisan abstrak balas menoleh.

Di sini dia tampak seperti monster, di sana seorang malaikat, di pecahan ini seorang hantu yang mengerikan, di pecahan yang itu seorang pangeran yang tampan.

Seribu Bayu yang berbeda.

Cukup mirip, pikir Bayu. Cukup mirip.

Bandung, 6 Februari 2022

Sumber ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun