(1)
di meja makan keluarga bukan milikku lagi
lima tahun sejak membuka pintu dan kehilangan gigi
semua terdiam menghindari gerak bibir
tangan di atas kaca dingin sebelum gelegar guntur petir
di berita alasan yang salah dihukum karena sakit
agresif ketika angin menantang bulan
hujan mengejar jalan setapak ke tepi lautan
tangan ibuku tak membeku di udara
ketika dia mengetahui semua orang berbicara
tentang kisah pelarianku
berjalan ke dapursampai dia tidak lagi mendengar
apa yang dikatakan semua orang tentang peta
ayahku berjalan mundur ke kamar tidur
menulis namaku merobeknya meremukkan melupakan
kutukan di tempat sampah melintas di jendela
Banjir Nuh datang lagi
 (2)
Jakarta adalah ibu kota di bulan Februari
merunduk di air mata pulau berteluk
Jumat malam tidak pernah berakhir bahagia
kuning seperti taksi dan hingar lalu lintas
aku laki-laki berdiri di tengah-tengah semua
di setiap persimpangan
berjalan ke satu sama lain
perasaan kosong hampa
dua puluh lima tahun yang lalu
bagi kita menghilangkan rasa sakit
dengan bercinta
perempuan sendirian di malam hari menunggu suami
lewat tengah malam
memeluk bantal erat-erat untuk tidur
sebuah cerita
pasti ada hiu di setiap perairan besar
tak pernah tidur dengan siapa pun
dua puluh lima untuk terakhir kali
di kamar mandi
handuk mantan masih tergantung
berayun kehidupan
tembok kota kegilaan
orang asing di udara gersang
Jakarta mencari kenyamanan di mata yang cemberut
merokok mencari udara lembut
piring-piring terlepas dari tangan
jatuh pecah berkeping
Bandung, 4 Februari 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H