Laura meletakkan kartu chip di meja, menimbulkan bunyi klik halus.
"Fico! Keluarkan jari-jari itu dari mulutmu!"
Laura memukul tangan anak itu, ritual rutin yang dilakukan selusin kali sehari, tetapi seperti biasa, anak laki-laki itu memandanginya dengan tatapan memelas, air mata berlinang dari matanya yang  cokelat bundar.
Petugas menempatkan kartu chip ke alat pemindai.
"Seri SX-2033, model termewah, sepenuhnya telah ditingkatkan. Bolehkah saya bertanya apakah unitnya rusak, atau apakah Anda tidak puas dengan produknya?"
Laura menunduk. Jari-jari Fico kembali masuk ke mulutnya dan tanpa dosa mengunyahnya. Laura memelototinya, lalu menyerah. Fico tak pernah belajar untuk menerima perintah. Dia tidak akan pernah melakukannya.
Petugas itu menambahkan dengan nada hormat, "Kami hanya berusaha meningkatkan layanan pelanggan kami. Perlu saya tekankan, semua data disimpan dengan aman."
"Sebenarnya tidak ada yang salah dengan produk. Saya hanya tidak tertarik lagi."
Petugas membuat catatan. "Pengembalian dana atau ganti produk?"
Laura merasa lebih kuat. "Tolong kembalikan uangnya. Anda boleh mengkredit kartu chip saya. Fico! Ngapain, sih?"
Anak laki-laki itu duduk selonjor di lantai, menyodok debu atau kotoran yang tidak terlihat.