Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

2045 Kesepian? Tidak Mungkin!

3 Januari 2022   10:50 Diperbarui: 3 Januari 2022   11:00 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terus terang saja, saya tidak menganggap serius omongan Sri Mulyani yang mengatakan bahwa perkembangan teknologi digital dapat membawa ancaman bagi mereka yang tidak melek teknologi. Terlalu picik dan sempit dalam menyikapi perkembangan.

Dan bukan sekali ini saya meremehkan kata-kata Menteri Keuangan Kabinet Kerja ini.

Ingat, dia pernah bilang, "Setiap Rupiah Melemah Rp 100, Penerimaan Negara Naik Rp 4,7 Triliun." Apa ini pantas keluar dari mulut Menteri Terbaik Dunia? Mengapa tidak sekalian rupiah dibuat melemah seratus ribu rupiah untuk melunasi utang Indonesia?

Belum lagi target pertumbuhan ekonomi tahunan yang terus menerus direvisi dan tetap saja pada akhirnya realisasi meleset lagi dan lagi, membuat kepercayaan saya kepadanya NOL.

Tapi saya menolak percaya bukan karena benci. Tidak! Buktinya, setiap saya menulis kritik terbuka untuknya, saya buka dengan sapaan "Jeng Sri Sayang..."

Meski sebagai penulis fiksi ilmiah yang memasang banner DYSTOPIA di akun K saya ini, meskipun yang kita alami belakangan ini bagaikan fiksi ilmiah suram yang menjadi kenyataan, Saya tetap percaya manusia akan bertahan. Manusia sebagai pencipta teknologi lebih perkasa dari teknologi itu sendiri.

Apa yang membuat saya yakin?

Karena, manusia adalah makhluk sosial. Manusia adalah spesies sosial yang bergantung pada kerjasama untuk bertahan hidup dan berkembang. Ketika menghadapi tantangan, manusia dengan problem yang sama akan bersatu untuk menghadapi 'musuh' bersama tersebut. Apakah kemajuan peradaban menghapus seluruh masyarakat adat dari muka bumi? Kaum Amish bertahan di Amerika Serikat. Di Indonesia, kelompok-kelompok advokasi vokal menyuarakan keadilan dan perlindungan untuk mereka.

Katakunci pertama yang membuat saya percaya bahwa Sri Mulyani keliru adalah KOMUNITAS. 

Pesepeda membentuk komunitas biker. Kompasianer asal daerah bersatu dalam komunitas wilayah. Penyintas zombie bahu membahu dalam serial televisi Walking Death. Anak-anak di zona perang Timur Tengah tetap bermain dengan ceria di antara desingan roket dan ledakan mortir.

Katakunci kedua adalah ADAPTASI.

Adaptasi di sini, adalah lingkungan yang beradaptasi dengan manusia, termasuk untuk mereka yang tidak melek teknologi. Bagai pasar, jika ada pengguna maka pangsa akan terbentuk. 'Pengguna' di sini adalah mereka-mereka yang tidak melek teknologi. Teknologi mengalahkan teknologi lainnya, dan tidak juga selalu sukses. Televisi tidak membunuh radio atau bioskop. Radio dan bioskop yang beradaptasi sehingga mampu bertahan sampai sekarang.

Memang ponsel menghabisi penyeranta. iTunes menggantikan mp3 dan cakram digital. Netflix menghilangkan kebiasaan nongkrong di depan televisi.

Mungkin saja internet telah membantai surat kabar dalam bentuk cetak, tetapi media komunitas tetap berjalan dengan penyesuaian. Mereka yang ogah melek teknologi akan menemukan ceruknya sendiri dalam masyarakat, seperti kaum Amish di Amerika. Pengalaman isolasi karena pandemi membuat malas keluar rumah? Selain online, jayhawker (penjaja makanan keliling) yang membludak (termasuk jenama waralaba ternama) membantu cita rasa lidah membuncah.

Mungkin tahun 2045 masih merupakan tahun-tahun dystopia, atau masih jauh dari utopia, tapi bukan bagi mereka yang tidak melek teknologi.

Bisa jadi, seperti tokoh Herman Hesse dalam Siddhartha, mereka justru lebih bahagia daripada techfreak seperti saya.

Bandung, 3 Januari 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun