"Laki-laki semua bajingan!" Gadis itu memukul meja bar dengan keras, membuatku berbalik. Kaget dan geli.
"Mau pesan apa?" tanyaku dari balik meja bar.
Dia tersipu. "Maaf, aku... um... vodka tonik, terima kasih."
Aku menyendok es ke dalam gelas dan menuangkan vodka, diam-diam memperhatikan gadis itu dari ujung mata. Dia menyapu rambutnya yang cokelat kemerahan dengan kukunya yang dicat pink dan menghela napas panjang.
Terlalu panjang.
AKu sudah sering melihatnya. Tak sulit untuk mengenali wajah cantiknya.
Aku menambahkan irisan lemon dan mengisi sisa gelas dengan tonik sebelum meletakkannya di depannya. Bunyi gelas berdenting menyentuh permukaan meja.
"Berapa?" dia bertanya.
"Aku yang traktir," kataku. "Sepertinya kamu membutuhkannya."
Dia tersenyum malu. "Kelihatan, ya?"
"Bartender bisa melihat banyak hal dari belakang sini," Aku mengangkat bahu, mengulurkan tangan. "Mahiwal."
"Sisil." Jabatan tangannya lemah.
Terlalu lemah.
"Mau membicarakannya?" tanyaku.
"Cerita ke kamu?"
"Tentu." Aku mengangkat dagu ke bar yang kosong. "Malam ini tidak terlalu sibuk dan aku pendengar yang baik."
"Terima kasih, tapi aku tidak kenal kamu." Dia bergumam, "Yang aku tahu, kamu adalah bagian dari masalah."
Tadinya aku ingin membantah, tetapi memutuskan yang terbaik adalah tutup mulut dan membiarkan dia minum dengan tenang.
Aku tak ingin Sisil lari keluar dari bar sempoyongan, menyerbu ke dalam malam. Atau lebih buruk lagi, menuntutku karena pelecehan seksual.
Aku menyibukkan diri dengan menyeka bangku, menyusun dan mengisi inventaris yang tidak perlu diisi ulang, dan akan membuat Cuba Libre untukku sendiri ketika Sisil memecah kesunyian.
"Aku ingin tahu mengapa laki-laki suka membohongi perempuan hanya untuk mendapatkan satu hal."
Aku melepaskan irisan lemon dari tanganku dan mengerutkan kening.
 "Umumnya laki-laki yang menginginkan hubungan yang serius. Ada yang tidak."
"Seharusnya laki-laki jujur mengatakan apa maunya."
Aku menambah kerut di kening dengan mengangkat alis tinggi-tinggi. "Maksudmu, seperti... 'Hei, sayang, aku hanya ingin tidur bareng dan goodbye kemudian'?"
Sisil tertawa. "Mungkin tidak persis sepeti itulah. Tapi percaya atau tidak, tidak semua gadis mencari calon suami di setiap kencan."
Dia menenggak habis vodka toniknya sampai tetes terakhir. "Yang aku maksud bohong seperti janji akan menelepon padahal sama sekali enggak ada niat untuk ketemu lagi. Itu maksudku."
Aku mengisi gelas dengan es dan mengaduk rum dan cola.
"Semua orang menginginkan kejujuran. Tetapi terkadang jika mereka melakukan kebohongan bukan berarti mereka berniat jahat. Mungkin mereka hanya tidak ingin menyakiti hati kamu aja."
"Jangan pura-pura berlagak menghiburku kalau kamu tak lebih dari seorang pengecut."
Aku terkejut dan berkedip kaget. "Maaf kalau aku salah."
Aku memeras lemon ke dalam gelas di depanku, mencelupkan dua sedotan plastik dan mendorongnya ke arah Sisil.
"Untuk apa ini?"
Aku membungkuk dan menyesap isi gelas dengan salah satu sedotan dan tersenyum.
"Aku ingin memberitahumu, tapi aku hanyalah seorang pengecut."
Sisil tersenyum manis.
Sangat manis.
"Yang penting, kamu jujur tentang itu."
Bandung, 12 Desember 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H