Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

CMP 35: Tidak Semua Laki-Laki

12 Desember 2021   09:46 Diperbarui: 12 Desember 2021   09:53 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Laki-laki semua bajingan!" Gadis itu memukul meja bar dengan keras, membuatku berbalik. Kaget dan geli.

"Mau pesan apa?" tanyaku dari balik meja bar.

Dia tersipu. "Maaf, aku... um... vodka tonik, terima kasih."

Aku menyendok es ke dalam gelas dan menuangkan vodka, diam-diam memperhatikan gadis itu dari ujung mata. Dia menyapu rambutnya yang cokelat kemerahan dengan kukunya yang dicat pink dan menghela napas panjang.

Terlalu panjang.

AKu sudah sering melihatnya. Tak sulit untuk mengenali wajah cantiknya.

Aku menambahkan irisan lemon dan mengisi sisa gelas dengan tonik sebelum meletakkannya di depannya. Bunyi gelas berdenting menyentuh permukaan meja.

"Berapa?" dia bertanya.

"Aku yang traktir," kataku. "Sepertinya kamu membutuhkannya."

Dia tersenyum malu. "Kelihatan, ya?"

"Bartender bisa melihat banyak hal dari belakang sini," Aku mengangkat bahu, mengulurkan tangan. "Mahiwal."

"Sisil." Jabatan tangannya lemah.

Terlalu lemah.

"Mau membicarakannya?" tanyaku.

"Cerita ke kamu?"

"Tentu." Aku mengangkat dagu ke bar yang kosong. "Malam ini tidak terlalu sibuk dan aku pendengar yang baik."

"Terima kasih, tapi aku tidak kenal kamu." Dia bergumam, "Yang aku tahu, kamu adalah bagian dari masalah."

Tadinya aku ingin membantah, tetapi memutuskan yang terbaik adalah tutup mulut dan membiarkan dia minum dengan tenang.

Aku tak ingin Sisil lari keluar dari bar sempoyongan, menyerbu ke dalam malam. Atau lebih buruk lagi, menuntutku karena pelecehan seksual.

Aku menyibukkan diri dengan menyeka bangku, menyusun dan mengisi inventaris yang tidak perlu diisi ulang, dan akan membuat Cuba Libre untukku sendiri ketika Sisil memecah kesunyian.

"Aku ingin tahu mengapa laki-laki suka membohongi perempuan hanya untuk mendapatkan satu hal."

Aku melepaskan irisan lemon dari tanganku dan mengerutkan kening.

 "Umumnya laki-laki yang menginginkan hubungan yang serius. Ada yang tidak."

"Seharusnya laki-laki jujur mengatakan apa maunya."

Aku menambah kerut di kening dengan mengangkat alis tinggi-tinggi. "Maksudmu, seperti... 'Hei, sayang, aku hanya ingin tidur bareng dan goodbye kemudian'?"

Sisil tertawa. "Mungkin tidak persis sepeti itulah. Tapi percaya atau tidak, tidak semua gadis mencari calon suami di setiap kencan."

Dia menenggak habis vodka toniknya sampai tetes terakhir. "Yang aku maksud bohong seperti janji akan menelepon padahal sama sekali enggak ada niat untuk ketemu lagi. Itu maksudku."

Aku mengisi gelas dengan es dan mengaduk rum dan cola.

"Semua orang menginginkan kejujuran. Tetapi terkadang jika mereka melakukan kebohongan bukan berarti mereka berniat jahat. Mungkin mereka hanya tidak ingin menyakiti hati kamu aja."

"Jangan pura-pura berlagak menghiburku kalau kamu tak lebih dari seorang pengecut."

Aku terkejut dan berkedip kaget. "Maaf kalau aku salah."

Aku memeras lemon ke dalam gelas di depanku, mencelupkan dua sedotan plastik dan mendorongnya ke arah Sisil.

"Untuk apa ini?"

Aku membungkuk dan menyesap isi gelas dengan salah satu sedotan dan tersenyum.

"Aku ingin memberitahumu, tapi aku hanyalah seorang pengecut."

Sisil tersenyum manis.

Sangat manis.

"Yang penting, kamu jujur tentang itu."

Bandung, 12 Desember 2021

Sumber ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun