Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Karakter Ketiga

25 November 2021   17:44 Diperbarui: 29 November 2021   21:04 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagian dari diriku sangat menyukainya saat kami berdebat, bahkan saat bertengkar hebat. Saat-saat yang membuatku merasa benar-benar hidup, seolah-olah aku adalah bagian dari sesuatu. Aku tidak pernah punya nyali untuk melukai diri sendiri, jadi berteriak dan menjerit dan sesekali baku hantam sudah cukup.

Suatu kali, dia membuat mataku hitam sebelah dan selama berhari-hari aku memamerkannya, bahkan ketika dia memintaku untuk memakai kacamata hitam. Aku memberi tahu orang-orang bahwa lebam itu kudapat dari keributan di bar, tetapi semua orang tahu yang sebenarnya, tentu saja.

"Jadi bagaimana, kita lanjutkan?" Dari suaranya aku menangkap nada bengis yang menakutkan. Di balik kecerdasan dan cemberutnya yang membuatnya semakin cantik, aku tersadar bahwa dia bisa sangat serius. Jantungku berdegup kencang, dan bukannya karena merasa takut. Aku hanya merasa hidup.

"Lanjut," jawabku, setelah menahan diri untuk mengeluarkan kata dua suku itu selama mungkin, hanya untuk memberinya alasan untuk mengulangi tanyanya sekali lagi.

"Kita mencuri karakter ketiga," katanya tanpa basa-basi lagi. "Kita ami mengambilnya dari semua tempat, semua file, semua negara di seluruh dunia."

"Dan kamu tau tahu apa yang akan terjadi," kataku, berusaha menjaga suaraku tetap datar tetapi gagal. Sebaliknya, aku mendengar suaraku bergetar karena kegembiraan sekaligus berderak oleh ketakutan yang memacu adrenalin. Panik. Aku melihatnya mengangguk dan seringai tipis tersungging di bibirnya.

"Semuanya berubah," katanya, menyimpulkan kata-katanya dan pada saat yang sama menghindari memberi detail dari apa yang dia tawarkan. Kode perang, kata sandi pemerintah, sistem cadangan, perbankan.... Semua itu. Setiap kata yang pernah dibuat dikurangi satu karakter. Seperti mengambil organ vital dari seorang atlet dan kemudian memintanya untuk berlari maraton. Mungkin akan berjalan sebentar terhuyung-huyung dan mungkin akan kolaps setelah beberapa langkah.

"Skenario terburuk?" tanyaku, masih berusaha bersikap acuh, padahl setiap serat tubuhku terasa menggeliat dan berderak dengan energi panas. Rasanya seolah-olah matahari terbit di bawah kulitku, menyala dengan kekuatan yang baru dilahirkan.

"Semuanya berakhir sebelum terbit matahari," katanya. Nada suaranya datar tidak berubah sedikit pun. Bahkan saat aku bertengkar dengannya, hatiku mencelos dibuatnya. Ada kesempurnaan dalam dirinya yang tidak akan pernah kuketahui. Aku mengerti itu dan kebenaran membuatku semakin mencintainya sekaligus semakin membencinya.

"Skenario terbaik?" aku bertanya, tiba-tiba ingin tahu apakah dia menganggap kiamat sebagai titik cahaya di ujung terowongan. Dia menyeringai lagi dan aku tahu dia bahkan berhasil membuat sesuatu yang positif dari skenario hari akhirnya.

"Kita mengambil alih," katanya. Aku menyadari tidak ada ironi atau satire dalam suaranya. Tusukan kecemburuan yang kecil namun tajam melukai hatiku, ketika aku menyadari dia telah memikirkan semua ini dan telah membuat keputusan sendiri tanpa berkonsultasi denganku terlebih dahulu. Untuk pertama kalinya, aku mempertimbangkan untuk membajak rencananya, bukan untuk sesuatu yang mulia seperti melestarikan lingkungan dan perdamaian dunia, tetapi hanya untuk mengalahkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun