Dia menikmati kopi itu sepanjang pagi.
Pada hari Rabu, ketika dia baru sampai, kopi dan krim sudah menunggunya di mejanya. Sementara dia mencampur minuman dan tersenyum lebar, Janet masuk ke biliknya dengan kopi di tangan.
"Kris, percaya, nggak? Ternyata Himawan mendengar waktu kita bercanda di ruang istirahat pada hari Senin, dan dia membawakanku ini," kata Janet sambil mengangkat secangkir kopi, "dan dia mengajakku nonton film Jumat malam. Aku jawab aja, oke. Aku belum berkencan lagi sejak putus dengan Robert enam bulan lalu. Oh, kamu bawa kopi dari luar?"
Krista tidak bisa mengalihkan pandangannya dari kopi di tangan Julia sebelum menjawab. Dia sedang menghitung kedekatannya dengan gadis itu: bertemu di ruang istirahat untuk minum kopi tujuh kali, pergi makan siang dua kali.
"Nggak, aku bukan bawa dari luar. Himawan membawakan aku kopi ini, kemarin juga," katanya dingin.
"Betulkah?" Senyum Julia meninggalkan wajahnya lebih cepat daripada waktu yang untuk menghitung hubungan mereka. "Apakah dia mengajakmu nonton film juga?" Julia bertanya dengan gusar. Dia berbalik bergegas meninggalkan bilik Krista.
Krista tidak membuang kopinya. Dia memaksa dirinya untuk menyesapnya sepanjang pagi itu.
Kamis, dia terkejut karena disambut dengan kopi dan Himawan di biliknya.
"Yang aku lakukan hanyalah membawakannya kopi karena dia merengek agar aku membawakannya juga untuk dia. Aku bawain kemarin, dan waktu aku tagih uangnya, dia bilang nanti hari Jumat dia bayar sekalian nonton film. Tapi, aku sama sekali nggak ada hubungannya dengan ini, "dia menganggukkan kepalanya ke arah penjaga keamanan yang mengantar Janet keluar dari gedung.
"Tadi pagi waktu aku masuk ke bilikku, dia duduk di mejaku dengan blazer terbuka tanpa blus atau bra. Aku berbalik dan pergi. Dia mulai berteriak, dan aku lari."
Krista memperhatikan penjaga keamanan dan Julia masuk ke dalam lift, lalu tatapannya berpindah ke Himawan. "Mulai besok tidak ada lagi kopi di tempat kerja. Hadiahnya aku kasih nanti pulang kerja sambil makan malam."