Depok, Jawa Barat. Alun-Alun Kota. 17 Agustus 2022 13:00. Perayaan 77 Tahun Kemerdekaan.
"Santai?" Kompol Andrian mendengus, lalu menarik napas dalam-dalam. "SANTAAAI?" teriaknya frustasi.
Wakilnya yang berdiri di sebelahnya melompat kaget. Kopi panas dalam gelas plastik di tangannya tumpah ke baju seragamnya.
Wajahnya yang merah dan kelebihan berat badan setelah pandemi itu melanjutkan. "Kok kamu bisa menyuruhku untuk bersantai, Tyo?"
AKP Susetyo dengan sia-sia menyeka kemejanya yang basah dengan tangannya yang lain dan mengangkat bahu.
"Apa kamu tak melihat mereka semua?" Tangan Andrian melambai ke arah mobil-mobil siaran luar media-media televisi besar yang berderet di pinggir jalan, "belum lagi Ibu Walikota yang pingsan dan ..."
"Pak, Bapak Kapolda dan Kapolri sedang dalam perjalanan ke sini," Briptu Fitri datang melapor.
"Onde mande! Kamu dengar, Tyo? Orang-orang di atas akan memukul pantat kita kalau kita... Belum lagi..." menunjuk frustasi ke tanah di dekat mereka, "enam belas kepala yang terpenggal!"
"Tujuh belas, Pak," kata Fitri yang kelelahan secara emosional. Bercak darah di wajahnya. Dia melihat ke langit dengan penuh harap dan mempertimbangkan untuk bertanya kepada salah satu polisi patroli bermotor apakah dia bisa meminjam helm.
"Tujuh belas lelaki sialan yang kepalanya putus," Andrian memalingkan muka, lalu kembali ke Susetyo, "tanpa tubuh, sialan," mendongakkan kepala, lalu kembali ke Susetyo, "pada hari peringatan kemerdekaan Indonesia Hebat yang ke-77," berjalan dua langkah lalu kembali, "hujan dari langit ke kerumunan penduduk kota." Berdiri tepat di wajah AKP Susetyo, "dan kamu bilang supaya aku SANTAI AJA?"