Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Diagnosis

11 Agustus 2021   21:16 Diperbarui: 11 Agustus 2021   21:59 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dr. Sonya menutup pembicaraan dan bersandar di kursi.

Jadi seperti ini rasanya, pikirnya.

Setidaknya dari gejalanya sudah jelas. Dia menyadari bahwa dia sebenarnya sudah tahu jawabannya, tetapi tidak mau melihatnya. Dia menoleh dan melihat ke luar jendela.

Awal musim kemarau yang cerah. Langit biru.

Dia bisa melihat ke bawah ke area parkir. Seorang perempuan muda menggendong bayi keluar dari mobil. Ah, ya, dia telah melihat nama bayi itu dalam jadwal, sesuatu tentang kemungkinan infeksi telinga. Dia berbalik dan menatap ponsel di tangannya.

Dia telah berbicara dengan seorang rekan, dokter lain yang dia kenal selama lebih dari dua puluh lima tahun. Meskipun mereka tidak pernah dekat, meskipun memiliki anak-anak dengan usia yang sama, meskipun telah melakukan bakti sosial di beberapa komite yang sama, meskipun memiliki pasien bersama selama bertahun-tahun.

Tidak, tidak dekat. Pria itu tetaplah seorang teman, dan pembicaraan itu pasti sulit baginya. Dia tahu bahwa menyampaikan kabar buruk tidak pernah mudah, tetapi lebih sulit lagi untuk menyampaikannya ke dokter lain, seseorang yang tahu betul implikasi dari apa yang dikatakan dan apa yang tidak diucapkan.

Dr. Sonya menggelengkan kepala, yang menjadi kebiasaannya.

Lucu juga dia lebih mengkhawatirkan temannya daripada dirinya sendiri. 

Untuk sekali dalam hidupnya, dia memiliki hak untuk memikirkan perasaannya sendiri, karena bagaimanapun, sekarang dia tahu bahwa dia adalah pengidap kanker.

Terdengar ketukan ringan di pintu kantornya yang terbuka. Dia berbalik untuk melihat perawatnya berjalan ke ruangan memegang catatan medik.

"Pasien berikutnya," katanya, "Kulit terkelupas dan gatal-gatal di antara jari-jari kaki, sepertinya kutu air." Lalu dia berhenti, menatap wajahnya.

"Dokter baik-baik saja?"

Dia tersadar dari lamunannya. Susi telah menjadi perawatnya selama lima belas tahun dan bisa membaca pikirannya.

"Aku baik-baik saja," jawabnya cepat sambil tersenyum.

Susi menatapnya dengan curiga, lalu mengangkat bahu dan berbalik untuk pergi.

"Kerja lagi, yuk," dia berkata, "Mungkin kita bisa pulang tepat waktu sekali-sekali." Dia memperhatikannya pergi lalu menunduk untuk membaca rekam medik pasien. Tetap saja dia harus membacanya sendiri.

Dr. Sonya membolak-balik catatan yang bertulisan tangannya. Dia mengenal pasien dengan baik, telah merawatnya selama bertahun-tahun. Hipokondria, tetapi bukan yang buruk. Dia datang untuk setiap rasa sakit, tapi dia selalu menerima kata-katanya jika benar-benar tidak ada yang salah. Dr. Sonya bertanya-tanya apakah pasien itu akan cocok dengan penggantinya, siapa pun itu.

Dia lagi-lagi menatap ponselnya, memikirkan beberapa hal yang dikatakan, tentang kata-kata yang sering diucapkannya kepada pasien, tapi tidak pernah dia bayangkan akan ditujukan padanya sendiri. Kata-kata seperti "menyebar", "metastasis", dan "terapi paliatif."

Hah ... paliatif! Tidak ada yang lucu tentang memompa semangat pada orang untuk menambah beberapa bulan kesengsaraan lagi.

Dr. Sonya sudah tahu bahwa dia tidak akan melakukan itu. Dia tidak ingin melalui jalan itu.

Dia tahu bahwa orang-orang ingin dia mempertimbangkan kembali: stafnya, anak-anaknya .... Mereka tidak akan menerima berita ini dengan baik.

Namun, suaminya akan mengerti. Dia tidak akan menyukainya, tapi dia akan mengerti. Suaminya telah menjadi pendengarnya yang setia selama bertahun-tahun, membantunya saat dia berduka melalui penderitaan dan kehilangan begitu banyak pasien, orang-orang yang dia anggap teman, yang tidak dapat dia selamatkan dari penyakit yang sekarang sedang memakannya.

Ya, tampaknya musuh bebuyutan seumur hidupnya, penyakit yang kadang-kadang bisa dia tahan, tetapi tidak pernah bisa dia kalahkan sepenuhnya, mungkin akhirnya memenangkan pertempuran terakhir. Suaminya harus membantunya untuk terakhir kalinya, dan dia tidak sabar untuk mengatakan itu padanya.

Dr. Sonya menarik napas dalam-dalam dan kembali menatap catatan medis pasien. Banyak hal yang harus dilakukan, banyak percakapan yang sulit untuk dilakukan, banyak perubahan untuk diarahkan, dan dia tidak yakin telah siap menghadapi tantangan itu.

Saat ini, setidaknya, ada seorang perempuan yang khawatir di ruang periksa dengan jari kaki gatal. Dan itu, dia bisa mengatasinya.

Bandung, 11 Agustus 2021

Sumber ilustrasi

Catatan: 

terapi paliatif: perawatan pada seorang pasien dan keluarganya yang memiliki penyakit yang tidak dapat disembuhkan dengan cara memaksimalkan kualitas hidup pasien serta mengurangi gejala yang mengganggu, mengurangi nyeri dengan memperhatikan aspek psikologis dan spiritual. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun