Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hantu dalam Rumah

28 Juli 2021   21:50 Diperbarui: 28 Juli 2021   22:11 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku tahu aku adalah orang tua yang cerewet dan yang selalu kulakukan hanyalah mengeluh. Tapi kali ini kamu harus mendengarkanku.

Ada hantu di rumah ini.

Aku tahu kedengarannya gila, tetapi semakin hari semakin banyak saja hantu yang datang. Aku tak punya privasi sama sekali.

Hantu ada di setiap kamar, bahkan beberapa kamar ditempati oleh lebih dari satu hantu.

Mereka tidak membiarkan aku hidup tenang dalam damai.

Yang pertama adalah hantu anak yang dulu berkelahi denganku di kelas lima. Kira-kira ... tujuh puluh tahun yang lalu. Puluhan tahun aku tak memikirkannya, lalu tiba-tiba suatu hari dia duduk di ruang tamu bersamaku, hanya menatapku.

Kemudian muncul hantu gadis yang kukencani selama beberapa tahun saat kuliah. Bahkan aku tidak bisa mengingat namanya. Masih terlihat cantik seperti saat pertama kali aku mengajaknya kencan.

Lelaki tua gemuk yang bekerja di kedai kopi saat aku di sekolah menengah. Dan, tak ketinggalan, petugas dari kantor pajak yang ceking yang melakukan satu-satunya audit keuanganku, seingatku sekitar tahun delapan puluhan.

Hantu bibi Nani yang meninggal karena kanker payudara, teman begadangku Epos yang mengalami stroke setelah dua malam berturut kami tidak tidur, dan Kasman teman sekamar indekos di Yogya, yang bau asap rokok melekat padanya meski baru mandi keramas. Kurasa aku seharusnya senang dia tidak membawa baunya dari alam sana.

Mereka semua mulai muncul setelah Saskia tiada dan meninggalkanku sendirian di rumah tua besar yang tidak pernah kusukai tapi aku belikan untuknya.

Hantu-hantu itu tidak mengatakan apa-apa, juga tidak melakukan apa-apa. Mereka hanya duduk atau berdiri mengawasiku---bukan, seperti yang kukatakan beberapa menit yang lalu, mereka menatapku.

Aku merasa mereka menunggu aku melakukan sesuatu, tetapi aku mengabaikan mereka sebisa mungkin. Semua teman lama ini, kerabat jauh, kenalan biasa. Orang-orang yang berarti segalanya bagiku, dan banyak orang yang menurutmu tidak berarti apa-apa, tapi inilah mereka, sama seperti saat masih hidup, tidak berubah sedikit pun sejak terakhir kali aku melihatnya.

Mungkin jika aku mengatakan sesuatu, mereka akan menjawab. Namun aku tidak akan mengatakan sepatah kata pun. Aku khawatir jika aku mulai berbicara dengan mereka, itu akan menjadi akhir bagiku juga. Sesuatu akan terjadi, misalnya aku akan mengalami serangan jantung atau entah apa pun itu, dan kemudian menjadi salah satu dari mereka.

Dan supaya kamu tahu, dan agar mereka tahu, karena aku tahu mereka mendengarkan, aku belum siap untuk pergi.

Meski tidak banyak yang bisa kulakukan sejak Sakia pergi dan semua anak-anak berpencar ke seluruh penjuru dunia, tapi aku sama sekali belum siap.

Jadi aku rasa, jika kamu tidak melakukan sesuatu, aku akan terjebak di sini dengan para hantu sampai waktuku tiba.

Bertanya-tanya siapa yang akan muncul berikutnya.

Bandung, 28 Juli 2021

Sumber ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun