Tejo yang baru mudik dari ibukota merayu gadisnya. Sumanto tahu dari sikap ibu Marni, bahwa perempuan itu lebih menyukai Tejo daripada dia. Lagipula, selain kaya, Tejo berasal dari trah yang sama dengan calon ibu mertuanya.
Dia ingat bertemu Tejo di simpang jalan menuju sawah. Tidak ada yang tahu tentang pertemuan mereka dan Sumanto merahasiakannya begitu lama sehingga dia tidak lagi mengingatnya dengan jelas.
Kini dia tidak yakin lagi apa yang sebenarnya terjadi. Hanya fragmen-fragmen peristiwa: pertengkaran, tinju melayang, naluri bertahan, cangkul mengayun, erang kesakitan, darah, darah mengucur dari kepala, darah di mata cangkul ....
Mayat Tejo ditemukan seminggu setelah acara pernikahan Sumanto dan Marni.
Dia dan istrinya segera pindah ke ibukota. Sumanto membawa cangkulnya, dan meskipun bekerja sebagai tukang batu, sekali pun tak pernah dia menggunakan benda tersebut. Setiap akhir pekan, dia akan mengeluarkannya lalu menggosoknya sampai bersih. Ritual penebusan dosanya.
Tapi tak peduli berapa lama atau keras dia menggosok, ingatan itu masih tidak bisa dihapusnya. Terutama darah. Darah mengucur dari kepala, darah di mata cangkul ....
Sumanto membilas cangkul dengan air bersih dan mengangkatnya ke matahari. Benda itu bersih berkilau di bawah sinar mentari siang. Namun, dia tahu.
Minggu depan dia akan melakukannya lagi.Â
Dan minggu berikutnya.Â
Dan minggu berikutnya lagi.Â
Bandung, 29 Desember 2020