***
Rena tewas untuk kesebelas kalinya. Aku tidak ingat bagaimana.
Tidakkah kamu ingin mendengar lebih banyak tentangku? Yang dia lakukan hanyalah mati. Aku cukup pintar untuk mencoba menyelamatkannya.
Aku juga memiliki kehidupan, tetapi yang kamu tahu hanyalah bahwa aku seorang penyair, aku punya tuksedo untuk dukacita, dan aku mencintai Rena.
Apakah hanya itulah aku ketika tidak bisa menceritakan kisahku?
***
Dia bagai bayangan pada pagi kedua belas. Bayangan yang indah, tetapi bayangan yang tetap sama seperti hari-hari sebelumnya.
Ketika dia bernyanyi, dia membuka matanya.
Lampu gantung itu jatuh. Ketika benda itu menimpanya, Rena roboh. Lengan terentang dan darah menyembur dari tengkoraknya yang retak. Matanya yang kosong tertuju padaku. Aku diam, tak menyentuh benda yang melingkar di pergelangan tangan kiri.
Aku ingat mengapa aku percaya pada takdir.
***