Tidak ada yang berani melawan kami setelah ini.
Aku menciumnya lagi. Kekasihku, jenius yang mengubah dunia.
Menarik laci dari mejanya, dia mengeluarkan kamera dan memotretku di sebelah laptop yang menunjukkan baris kode.
"Untuk anak cucu!"
Kata-katanya riang, tetapi ada sesuatu di matanya yang belum pernah kulihat sebelumnya--setidaknya, tidak ditujukan padaku. Mata yang dingin. Otaknya yang brilian sedang melakukan perhitungan yang rumit.
Aku melihat ke layar. Virus SatuJiwa bekerja membuka ribuan rekening bank, mengosongkannya ke rekening-rekening baru. Aku tidak mengenali nama atau lokasi tempat jarahan kami disimpan.
"Terima kasih, Katrin. Ini sangat menyenangkan," katanya sambil melompat berdiri.
"Him---apa maksudmu? Kamu mau ke mana? Mereka tidak akan melacaknya kembali ke sini untuk---"
Tapi perasaan mual itu sudah mulai mengaduk isi perutku. Kilasan baris-baris kode dalam beberapa bulan terakhir melintas di benakku. Himawan mendaftarkan begitu banyak hal atas namaku.
Dia mengambil fotoku duduk di depan komputer saat aku mengagumi mahakaryanya di laptop. Himawan tidak pernah membiarkan aku mengambil fotonya. Â Alasannya karena dia seorang "introvert".
Dia bergerak menuju pintu. Lututku mendadak goyah.