Kelompok pengarang itu berkumpul pada Minggu pagi.
Singkong bakar terasa pahit. Lely bereksperimen dengan teh herbal.
Mereka berkumpul di ruang tamu, di dekat jendela yang terkunci mati. Ani, yang tidak pernah lupa kisah Mahabratha, berkata, "Mengapa tidak ada lagi dongeng dengan akhir bahagia selamanya?"
Semua orang mengangguk, berebut berceloteh.
"Jika terserah aku," kata Bay, "Rama sebaiknya disiksa sampai mati oleh KGB."
"Lebih baik lagi oleh harimau," Rita memprotes. "Penjara terlalu bagus untuknya."
Kesepakatan yang kuat.
Kopi didinginkan dengan cara ditumpahkan ke piring kecil. Uap yang menguar menebarkan harum defekasi luwak dari dataran tinggi jauh di seberang pulau.
Kelompok ini sangat menjunjung semangat persatuan musyawarah dan mufakat. Mereka jarang berselisih pendapat, lebih memilih menggabungkan kekuatan pikiran dalam menangani plot untuk kelanjutan naskah novel pada putaran berikutnya. Sudah seminggu berlalu setelah mereka menyelesaikan putaran keduabelas round-robin 'Suami Keparat atau Istri Psikopat?' yang digagas Bay.
Icha datang melambaikan novel Kamp 13.5 karangan Mahiwal. "Di sini, halaman 119!"
Mereka berkerumun melihat. Hilang sudah penyesalan Rita yang terlambat saat dia membaca paragraf yang bermain tentang akhir petualangan Devi menuju antiklimaks. Sebagai gantinya adalah deskripsi grafis dari penderitaan di saat menemukan bahwa kecerdasan buatan yang diciptakan kakek tokoh protagonis ternyata bohong belaka.
"Jadi semua ini tak berguna?" dia berbisik. "Semuanya ... sia-sia?"
Kegembiraan mengikuti kelompok pengarang yang memburu sebanyak mungkin salinan kutipan novel yang dapat mereka temukan, baru dan usang. Setiap kali pula mendapatkan hal yang sama: keinginan mereka menjadi kenyataan.
Dan kini sudah waktunya 'Suami Keparat atau Istri Psikopat?' diakhiri dengan kematian tokoh perawi jahat Rama.
"Baiklah," kata Bay. "Luar biasa."
Novel keroyokan mereka telah mengalami transformasi menyusul perkosaan berjemaah terhadap teks yang mereka gali. Entah sudah berapa kisah film yang diadaptasi dari urban legend secara ajaib berubah, mencerminkan akhir yang mereka sukai. Untuk memerikan kematian Rama oleh Shinta, salah satu potongan adegan 'Suzanna Wanita Harimau', adaptasi terbaru tanpa malu-malu. Raut muka Jeffry Woworuntu yang bergelambir memang, semua sepakat, tak ternilai harganya.
"Kita berhasil," kata Bay, di antara kegembiraan dan rasa haru. "Kita behasil menamatkan 'Suami Keparat atau Istri Psikopat?' setelah tiga belas putaran. Dua puluh tujuh ribu tiga ratus tujuh kata. Apa yang kita buat selanjutnya?"
Lely menggosok-gosok kedua tangannya. Icha mengangkat tangan. "Bagaimana kalau ...."
"Kalau apa?" tanya Rita tak sabar.
"Aku akan membuat martabak," Lely berjanji.
***
Dua minggu kemudian, mereka berkumpul kembali.
Bay membuka rapat lajnah. "Baiklah. Aku melaporkan 'Suami Keparat atau Istri Psikopat?'Â sedang dalam proses pengajuan ISBN oleh penerbit. Dan karena semua sudah setuju dengan usul Icha, siapa yang mau memulai prolog 'Suami Keparat atau Istri Psikopat? The Beginning'?"
Dia menoleh ke Lely. "Bagaimana dengan martabak, Lel?"
 "Harga telur ayam melonjak tinggi, Bay."
"Ah."
Bandung, 2 Mei 2021
*Round-robin: jenis fiksi kolaboratif di mana sejumlah penulis menulis bab dari sebuah novel atau potongan cerita, dalam beberapa putaran. Novel round-robin ditemukan pada abad ke-19, dan kemudian menjadi tradisi khususnya dalam fiksi ilmiah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI