Sesampai di dalam mobil, saat hendak menukarnya dengan sepatu, barulah kusadari bahwa itu bukan sandalku. Mirip, tapi bukan sandalku. Rasanya lebih nyaman, lebih empuk, lebih ringan.
Seperti yang sudah kujelaskan tadi, aku buru-buru. Masjid itu bukan tempat aku biasa salat Jumat. Hanya karena ada appoinment dengan klien dekat situ. Begitu masuk waktu salat, mobil kubelokkan. Untuk sampai ke kantorku masih satu jam lagi lewat tol dalam kota. Klien yang sudah menungguku kuminta untuk lebih sabar menunggu.
Dan Sabtu pagi, saat hendak menikmati espresso dan kaya toast bikinan sendiri, tulisan itu muncul di kaca jendela apartemenku.
Hari Selasa aku pindah ke lantai enam belas apartemen yang baru saja grand opening di wilayah kota sebelah barat.
***
Catatan kedua tiba sebulan kemudian. Tepatnya tadi pagi.
"Kembalikan sandal jepitku!"
Ditulis dengan ujung jari, tulisan bersambung yang bulat dan indah seperti sebelumnya.
Aku menempelkan pipiku ke jendela, mencari platform elevator luar-ruang yang menggantung, kabel panjat tebing, perancah, bahkan Alain Robert atau Spider-Man, tetapi yang tampak hanyalah kaca dan kusen aluminium.
***
Jadi, aku menemukan iklan apartemen siap huni di daerah suburban. Sedang promo. Murah. Ada unit yang masih available di lantai 26.