***
Tahun 2014, Kung bersama dua orang temannya, sepasang suami-istri dokter gigi, mendirikan Gerakan Senang Sedekah (#GSS), sebuah gerakan inspiratif filantropis. Awalnya, #GSS berdedikasi hanya di bidang kesehatan, yaitu obat-obatan dan perawatan medis bagi kaum duafa. Kung sendiri seorang penggiat donor darah.
Selanjutnya, #GSS menginisiasi program KOIN PEDULI SEHAT RELAWAN CILIK, berupa celengan dari botol bekas suplemen. Titik berat program ini bukan pada jumlah sedekahnya, tapi penanaman pendidikan karakter.
Diharapkan generasi penerus bangsa peserta program dengan bermain sambil belajar dan belajar sambil bermain akan mempunyai rasa peduli dan keinginan berbagi serta mempunyai konsep perencanaan finansial sejak kecil.
Awalnya, Botol Koin terbuat dari botol suplemen sebuah produk multinasional. Pada perkembangannya, berupa kreasi dari apapun yang bisa menjadi kotak sedekah, termasuk stoples bekas coklat.
Karena pengalamannya, sejak awal pandemi covid-19 #GSS dipercaya untuk menyalurkan donasi sebuah perusahaan multinasional senilai 400 juta lebih. Bantuan berupa APD, suplemen, hand sanitizer, disinfektan dibagikan untuk 9 rumah sakit, RSUD, Puskesmas, IDI Jakarta Timur dan dokter perorangan di Medan, Jadebotabek, Tangsel, Sampit, Palangkaraya, Jogjakarta, Banjarmasin, Batam, Jakarta Timur. Termasuk juga RSUP Fatmawati sebagai RS terbesar.
Namun, dari awal berdiri, #GSS ingin berbeda dari lembaga-lembaga amal lainnya. Sebagai lembaga filantropis, tidak hanya fokus pada menggalang dan menyalurkan donasi saja, harus bisa juga menjadi sumber inspirasi dan pendorong kewirausahaan.
Konsep kewirausahaan yang dikombinasi dengan gerakan sosial (sociopreneurship) sendiri baru dimulai tahun 2016, walaupun masih tersendat-sendat. Penekanannya adalah, berdonasi sekaligus memberdayakan. Memberi pancing bukan ikan.
Dimulai dengan menu tunggal Nasi Bakar, bisa dikatakan saat itu belum begitu lancar. Belum lancar di sini dalam makna program pemberdayaan belum dijalankan sepenuhnya oleh kaum duafa. Namun, seiring berjalannya waktu, #GSS berhasil menerapkan program kewirausahaan dengan mengembangkan produk olahan Dapur #GSS menjadi multimenu.
Dengan adanya multimenu, #GSS mampu menggalang donasi lebih banyak dibandingkan dengan saat masih menu tunggal Nasi Bakar. Masing-masing menu punya penggemarnya yang dibuktikan dengan repeat order. Menurut konsumen, masakan Dapur #GSS kelas resto bintang lima. Salah seorang konsumen di Magelang sangat menyukai Sambal Paru sampai pesan 3 toples yang habis dalam 2 hari. Padahal delivery juga 2 hari.
Kecuali Tahu Baso yang diolah Relawan #GSS Semarang, olah masakan semuanya dilakukan relawan #GSS di Cilangkap, di bawah pengawasan langsung secara ketat oleh ibu Rifka, salah satu khadim -- founder #GSS.