"Tidak segampang itu, Frita! Aku tidak bisa begitu saja memberi tahu mereka bahwa aku tidak menginginkan anak itu! Bahwa aku terlalu muda untuk menerima tanggung jawab ini dan tidak menginginkannya! Dia anak-anak, Frita! Meskipun dia keponakanku."
"Aku mengerti, Primus! Percayalah, aku mengerti. Aku bukannya tak mengerti perasaanmu, tapi aku menginginkan yang terbaik untuk gadis kecil itu. Tapi bagaimana dengan orang tua Nuning? Bukankah seharusnya mereka punya hak atas anak itu?"
"Tapi Frita, itu bukan keputusanku! Abangku memintaku menjadi wali putrinya. Aku rasa ini bukan salah satu hal yang bisa aku terima begitu saja! Secara hukum, Â Hanna adalah anakku sekarang. Aku tidak akan menyerahkannya kepada orang-orang yang belum pernah aku temui hanya karena aku merasa tidak bisa mengatasinya."
"Kamu belum pernah bertemu orang tua Nuning? Aku tidak percaya itu. Bahkan di resepsi pernikahan Dani dan Nuning?"
"Nuning bilang orang tuanya tidak menyetujui jalan hidupnya. Bukan hanya  pernikahannya dengan Abangku, tapi seluruh keputusan yang diambilnya. Kuliahnya. Karirnya. Jadi, dia memutuskan hubungan dengan mereka saat dia pindah ke ibukota, dan sejak itu komunikasi mereka terputus. Aku tidak tahu cerita lengkapnya, tapi ...."
"Wow."
"Ya, seperti katamu, 'wow'."
"Jadi, hanya kamu yang dimiliki anak ini."
"Ada pilihan. Dinas Perlindungan Anak akan datang tiga hari lagi untuk menilai apakah aku layak menjadi wali Hanna. Jika mereka memutuskan aku tidak siap untuk membesarkan seorang anak, mereka akan membawanya pergi. Mungkin akan menyerahkannya pada neneknya yang belum pernah ditemuinya, atau lebih parah, ditempatkan di asrama yatim piatu."
"Berarti...."
"Artinya, dia bisa saja diadopsi, dan aku hanya bisa berharap apakah orang tua angkatnya mengizinkanku untuk berjumpa dengan keponakanku satu-satunya. Putri mendiang abangku. Entah aku bisa bertemu dengannya lagi atau tidak."