Nina tidak tahu harus berkata apa. Meskipun lelaki yang terbakar itu cukup ramah, dia menakutkan. Dan Nina sendirian. Dia selalu sendirian. Dia tidak pernah bertemu orang asing sendirian, jadi dia memutuskan untuk membiarkan Samail tinggal. Selain itu, dia suka cerita. Bahkan andai yang diceritakan merupakan kisah terburuk sekali pun.
"Baiklah," katanya, "Anda boleh menceritakan sebuah kisah. Tapi Anda harus pergi sebelum ayah dan bunda pulang. Saya rasa mereka tidak akan menyukai Anda."
Nina menyebut Samail dengan 'Anda', bukan lagi 'kamu'. Nina punya kebiasaan menyebutkan nama lawan bicaranya, tapi dia merasa Samail nama yang aneh.
Samail menarik napas panjang yang terdengar bagai peluit kereta api. Asap ikut tersedot melalui lubang hidungnya. Dia mengangguk setuju.
"Dahulu kala, ada keluarga kelinci yang terdiri dari induk kelinci dan tiga anaknya yang masih kecil. Mereka tinggal di dalam lubang di tengah hutan. Mereka adalah keluarga kelinci yang bahagia.
Anak-anak kelinci melompat dan bermain sepanjang hari di bawah naungan rindangnya pepohonan atau di tingginya ilalang  padang rumput sementara induk mereka mencari makanan di hutan. Pada malam hari, mereka akan kembali ke dalam lubang dan meringkuk bersama dalam kehangatan.
Mereka tidak pernah khawatir tentang apa pun, karena selalu ada banyak makanan dan hal-hal menyenangkan untuk dilakukan, dan mereka selalu memiliki satu sama lain ketika mereka sedih atau takut.
Suatu hari, saat bermain di padang rumput, seekor serigala yang bersembunyi di semak-semak mendekati ketiga terwelu kecil yang tidak menyadari bahaya yang datang. Induk mereka keluar dari hutan tepat pada waktunya, tetapi terlalu jauh untuk memanggil anak-anaknya. Dia tahu bahwa dia tidak bisa menolong anak-anaknya dengan aman ke dalam lubang, dan bahkan jikapun bisa, sang serigala bisa mencegat arah larinya."
"Apa yang dia lakukan?" tanya Nina.
Samail mengangkat tangannya yang hangus kehitaman, memberi isyarat agar Nina sabar menunggu dan mendengarkan ceritanya sampai selesai.