"Induk kelinci harus segera mengambil keputusan yang sulit. Jika dia ingin anak-anaknya menjauh dari serigala, maka dia harus segera bertindak. Tetapi semua tindakan ada konsekuensinya. Dia tahu ini, tetapi dia juga mencintai anak-anaknya lebih dari ketakutannya pada serigala. Maka dia berlari keluar dari hutan secepat mungkin. Dia berlari ke arah serigala yang bersembunyi di rumput, dan ketika cukup dekat, dia berteriak kepada anak-anaknya "Lari, kembali ke lubang!"
Tiga kelinci kecil mendengar induk mereka dan mereka pun melihat kehadiran sang serigala. Namun, sang serigala tidak lagi tertarik dengan anak-anak kelinci. Dia lebih tertarik mengejar induk kelinci.
Induk kelinci berlari menjauhi hutan dan lubang, menjauhi anak-anaknya. Serigala terus mengejarnya. Kelinci-kelinci kecil itu berlari masuk ke dalam lubang dan selamat, tapi induk mereka tidak seberuntung itu. Sang serigala menangkapnya, merobek-robeknya menjadi beberapa bagian dan melahapnya hingga yang tersisa hanyalah tulang-belulang. Namun, anak-anaknya selamat, dan itu yang terpenting baginya."
Nina terdiam. Samail juga diam.
Akhirnya Nina berkata, "Itu adalah kisah yang menyedihkan."
Samail mengangguk. Dia juga tahu itu adalah kisah yang menyedihkan, tetapi kebenaran tidak membedakan kesedihan dengan kebahagiaan.
"Aku tidak suka induk kelinci harus mati," kata Nina lirih.
Samail mengertakkan giginya yang putih berkilau. "Dia bisa saja hidup, jika dia mau. Tapi apa yang akan terjadi pada anak-anaknya? Dia mati untuk menyelamatkan mereka, demi kebaikan dan masa depan anak-anaknya."
"Kurasa begitu, tetapi tetap saja menyedihkan bahwa mereka harus tumbuh tanpa induk mereka."
Nina menatap jendela. Kini ada dua ekor gagak hitam yang bertengger di sana. Salah satu dari mereka merentangkan sayapnya dan hinggap di sebelah yang lain.Â
Aneh, pikirnya, tapi tak diucapkannya.