Anak-anak itu muncul entah dari mana. Wajah mereka semua mirip, mungkin karena cat perak metal berkilauan yang juga menutupi kulit tubuh mereka bagai manusia kaleng yang muncul dalam kisah tentang seorang bocah perempuan bernama Dorothy yang terbang terbawa puting beliung dari Kansas ke negeri Oz.
Jadi, di simpang lampu setopan underpass yang menuju gerbang tol , mereka berkumpul untuk menunggu lampu berganti merah. Mungkin para pendatang sekeluarga dalam mobil pribadi berplat nomor ibukota menonton mereka.
Anak-anak itu kemudian berjalan mengitari mobil-mobil, mengendus-endus wangi pengemudi wanita, berlari ke arah jendela yang turun terbuka, lalu kembali lagi ke lingkaran kelompok mereka. Mereka memangku kardus cokelat yang disodorkannya untuk diisi dengan uang sumbangan.
Lampu kembali hijau dan anak-anak itu menepi, berhenti. Musik yang disinkronisasi dengan detak jantung terdengar dari mobil sport corvette merah.
Anak-anak itu bergerak lagi. Dada telanjang berkilau, menyeru di kaca jendela, Aku membayangkan bahwa saat matahari terbenam sepeninggalan senja, pigmen perak di tubuh mereka luruh menjadi serbuk peri, dan mereka akan terbang ke negeri anak hilang di antara dua bintang paling terang pada rasi beruang.
Apakah di sana mereka harus melawan lanun perompak jahat bertangan kait dan penutup mata sebelah?
Hujan mulai perlahan, mengaliri dan meresap ke dalam pembuangan. Kita tandai hari dengan dosa-dosa, dan kita memanggul dosa-dosa itu karena membiarkan anak-anak menjadi manusia kaleng.
Simpang lampu setopan underpass menuju jalan tol semakin sepi.
Kardus itu masih kosong.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H