“23 Des, insya Allah Ngoplah bedah buku Uda TD dan Sutiono di Kantor K.”
Pesan mas Thamrin Sonata alias TS yang masuk pada hari Rabu, 14 Desember 2016 jam 9:37 pagi baru sempat saya baca sore harinya.
“Saya usahakan hadir, mas...berdua istri boleh?”
Saat itu saya dan istri sedang di Banda Aceh untuk urusan keluarga. Namun kami harus kembali ke Bandung untuk urusan surat-surat kependudukan yang harus segera diselesaikan. Saya berharap dapat memenuhi undangan mas TS untuk menghadiri acara Bedah Buku tersebut setelah urusan kami di Bandung selesai.
“Bawa temen (tambahan) lain pun boleh, kok.”
Tanggal 19 saya dan istri terbang dari Banda Aceh ke Bandung dan langsung mengurus surat-surat. Bolak-balik ke ketua RT, ketua RW, Kelurahan dan Kecamatan di dua lokasi, dan akhirnya... Kartu Keluarga dijanjikan selesai 3 minggu kemudian.
Segitu saja kesaktian jargon ‘panggil programmer dua minggu kelar’.
Akhirnya Jumat, 23 Desember saat pagi hari baru terang tanah, aku dan istri sudah berada di Stasiun Bandung untuk berangkat menuju Gambir. Rasanya tak sabar ingin bertemu dengan uda Thamrin Dahlan. Meski bertemu dan bersalaman pada dua kali event Kompasianival, namun belum mendapat kesempatan untuk lebih mengenal Kompasianer penulis dan pengarang legendaris satu ini lebih dekat.
***
Saya melongo. BUKAN HOAX yang berisi 55 artikel yang pernah diunggah di kompasiana adalah buku kesepuluh beliau. Buku kesepuluh. Wow.
Mengapa saya melongo? Karena saya tahu dari tulisan-tulisan beliau, uda TD bukanlah pengikut aliran mainstream kompasianer. Beliau penulis buku PRABOWO PRESIDENKU yang merupakan salah satu buku best seller tahun 2014. Bahkan buku tersebut sampai dibajak saking larisnya.
Beliau juga pernah merasakan beratnya ‘diplonco’ karena bertentangan dengan mayoritas Kompasianer saat pilpres 2014 dahulu. Namun tidak seperti beberapa Kompasianer yang saya kenal, beliau tidak patah semangat atau mengendur ‘passion’-nya dalam menulis.
Keteguhan beliau untuk menulis benar tercermin dalam judul buku BUKAN HOAX. Sungguh tidak mudah menjaga obyektivitas di era sekarang, namun beliau berhasil melakukannya. Meski berada dalam barisan ‘oposisi’ yang berseberangan dengan pemerintah saat ini, namun tak menghalangi beliau untuk memuji ‘lawan’. Artikel favorit beliau dalam buku ini adalah ‘BERHASIL MEMBUAT PRESIDEN JOKOWI TERTAWA RENYAH’, berupa pengalaman beliau saat diundang ke Istana Merdeka saat Kompasianival 2015. Bab 2 buku ini membahas Ahok, yang salah satu artikelnya bertajuk ‘AHOK, THE RIGHT MAN ON THE WRONG PLACE’.
Tapi isi buku tersebut tidak hanya berupa reportase opini politik tingkat nasional. Beliau juga menulis reportase tentang peristiwa sehari-hari yang terinspirasi dari komunitas di mana beliau berada. Sebagai bagian dari Komunitas Kerohanian, Komunitas Profesi dan Purnawirawan, Komunitas Alumni, Komunitas Daerah dan Komunitas Keluarga, ide-ide segar terus mengalir menjadi bahan tulisan yang layak disimak untuk direnungkan.
Setelah pensiun dari POLRI pada tahun 2010, uda TD menikmati statusnya sebagai marbot masjid, guru dan penulis. Tak tampak gejala Post Power Syndrom pada diri beliau.
“Abang tinggal di mana sekarang?”
Uda TD menyebut semua orang dengan sebutan penghormatan, termasuk kepada saya yang jauh lebih muda dari beliau. Meski saya terbiasa memanggil ‘mas, uda, abang, bapak, boss, broer’ kepada orang lain tanpa memandang usia dan jabatan, tapi sekali ini saya kalah cepat.
Jika saya tak tahu bahwa beliau lahir di Tempino Jambi dan kuliah dan pernah berdinas di Palembang, saya akan mengira beliau banyak menghabiskan waktunya di Medan, karena dalam tulisannya beliau membahasakan dirinya dengan ‘awak’. Setahu saya, di Jambi dan Palembang ‘awak’ artinya ‘kamu’. Namun beliau menggunakan ‘awak’ dalam pengertian umum. Ini bukti bahwa beliau piawai dalam memosisikan diri.
Tekad beliau untuk terus berkarya patut dicontoh. Uda TD membuat resolusi untuk menerbitkan 4 buku tahun depan. Secara berseloroh beliau berkata untuk menerbitkan minimal 40 buku. Bukan mustahil seloroh akan menjadi kenyataan.
Sekarangpun telah terbukti bahwa beliau bukan pensiunan biasa. Saya akan menantikan buku-buku karya beliau.
Dan saya ikut membuat resolusi: tahun 2017 menerbitkan 4 buku. Eh, 3 buku (ternyata masih kalah dari pensiunan).
Sebagai penutup, saya kasih bonus quote favorit uda TD:
Biarlah tulisanmu itu membela dirinya sendiri. Biarlah bukumu mengikuti takdirnya - Buya HAMKA
Bandung, 27 Desember 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H