Mengapa saya melongo? Karena saya tahu dari tulisan-tulisan beliau, uda TD bukanlah pengikut aliran mainstream kompasianer. Beliau penulis buku PRABOWO PRESIDENKU yang merupakan salah satu buku best seller tahun 2014. Bahkan buku tersebut sampai dibajak saking larisnya.
Beliau juga pernah merasakan beratnya ‘diplonco’ karena bertentangan dengan mayoritas Kompasianer saat pilpres 2014 dahulu. Namun tidak seperti beberapa Kompasianer yang saya kenal, beliau tidak patah semangat atau mengendur ‘passion’-nya dalam menulis.
Keteguhan beliau untuk menulis benar tercermin dalam judul buku BUKAN HOAX. Sungguh tidak mudah menjaga obyektivitas di era sekarang, namun beliau berhasil melakukannya. Meski berada dalam barisan ‘oposisi’ yang berseberangan dengan pemerintah saat ini, namun tak menghalangi beliau untuk memuji ‘lawan’. Artikel favorit beliau dalam buku ini adalah ‘BERHASIL MEMBUAT PRESIDEN JOKOWI TERTAWA RENYAH’, berupa pengalaman beliau saat diundang ke Istana Merdeka saat Kompasianival 2015. Bab 2 buku ini membahas Ahok, yang salah satu artikelnya bertajuk ‘AHOK, THE RIGHT MAN ON THE WRONG PLACE’.
Tapi isi buku tersebut tidak hanya berupa reportase opini politik tingkat nasional. Beliau juga menulis reportase tentang peristiwa sehari-hari yang terinspirasi dari komunitas di mana beliau berada. Sebagai bagian dari Komunitas Kerohanian, Komunitas Profesi dan Purnawirawan, Komunitas Alumni, Komunitas Daerah dan Komunitas Keluarga, ide-ide segar terus mengalir menjadi bahan tulisan yang layak disimak untuk direnungkan.
Setelah pensiun dari POLRI pada tahun 2010, uda TD menikmati statusnya sebagai marbot masjid, guru dan penulis. Tak tampak gejala Post Power Syndrom pada diri beliau.
“Abang tinggal di mana sekarang?”
Uda TD menyebut semua orang dengan sebutan penghormatan, termasuk kepada saya yang jauh lebih muda dari beliau. Meski saya terbiasa memanggil ‘mas, uda, abang, bapak, boss, broer’ kepada orang lain tanpa memandang usia dan jabatan, tapi sekali ini saya kalah cepat.
Jika saya tak tahu bahwa beliau lahir di Tempino Jambi dan kuliah dan pernah berdinas di Palembang, saya akan mengira beliau banyak menghabiskan waktunya di Medan, karena dalam tulisannya beliau membahasakan dirinya dengan ‘awak’. Setahu saya, di Jambi dan Palembang ‘awak’ artinya ‘kamu’. Namun beliau menggunakan ‘awak’ dalam pengertian umum. Ini bukti bahwa beliau piawai dalam memosisikan diri.
Tekad beliau untuk terus berkarya patut dicontoh. Uda TD membuat resolusi untuk menerbitkan 4 buku tahun depan. Secara berseloroh beliau berkata untuk menerbitkan minimal 40 buku. Bukan mustahil seloroh akan menjadi kenyataan.
Sekarangpun telah terbukti bahwa beliau bukan pensiunan biasa. Saya akan menantikan buku-buku karya beliau.