Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Membantah Teori Flat Earth

20 Juli 2016   09:10 Diperbarui: 4 April 2017   18:02 14007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Heboh tentang Bumi Datar (Flat Earth) mendorong penulis untuk membuat artikel ini. Meski banyak argumen bertele-tele yang diajukan para pengusung ‘teori’ Flat Earth (dan semuanya bisa dibantah), namun di sini penulis hanya akan menunjuk beberapa poin penting saja yang langsung mematahkan argumen pendukung teori tersebut.

Peta Versi Flat Earth

Gleason's New Standard Map of The World (1892) | maps.bpl.org
Gleason's New Standard Map of The World (1892) | maps.bpl.org

Pengusung Flat Earth menjadikan Gleason’s New Standard Map of The World tahun 1892 sebagai standar peta, yang menyimpang dari maksud pembuatan peta tersebut. Peta tersebut dimaksudkan untuk menentukan koordinat dan zona waktu.

Untuk memahami peta, perlu sedikit pemahaman tentang dasar-dasar kartografi.

Peta bumi adalah proyeksi dwimatra (dua dimensi) yang ditransformasi dari permukaan bumi yang trimatra (tiga dimensi). Jika Anda menonton televisi, Anda sedang menyaksikan proyeksi dwimatra dari peristiwa trimatra. Potret adalah citra dwimatra dari titik waktu (momen) benda trimatra.

Ada berbagai teknik proyeksi kartografi yang terus berkembang sesuai kemajuan ilmu komputasi.  

Peta Gleason menggunakan teknik proyeksi Azimuthal equidistant yang diperkenalkan oleh Abu Rayḥan al-Biruni c. 1000 M, dengan kutub utara sebagai pusat peta. Bendera PBB menggunakan peta jenis ini. Proyeksi yang sama juga digunakan untuk wilayah Micronesia.

Sebagai ilustrasi di bawah: kulit jeruk (peta) merupakan proyeksi dari jeruk (bumi).

criartedicas.blogspot.co.id
criartedicas.blogspot.co.id
Apakah foto Bumi yang beredar sekarang adalah rekayasa komputer CGI (Computer-Generated Imagery)?

Menurut pengusung teori Flat Earth, foto Bumi adalah rekayasa komputer karena warnanya tidak konsisten dari tahun ke tahun.

Sebelum membahas tentang foto, pertama kita pahami dulu gerak rotasi bumi dan lintasan revolusi bumi mengelilingi matahari.

Bumi berotasi pada sumbu miring 23,5Ëš terhadap garis edar matahari dalam waktu dua puluh empat jam. Hal ini menjadikan adanya siang dan malam.

www.decodedscience.org
www.decodedscience.org
Bumi juga beredar mengelilingi matahari dalam lintasan berbentuk elips, sehingga ada 4 musim di wilayah subtropis, equinox (siang dan malam sama panjang di katulistiwa), white night (malam putih) dan solstice (matahari tengah malam) di wilayah dekat kutub.

http://www.infobarrel.com/
http://www.infobarrel.com/
Selanjutnya sedikit tentang fotografi.

Kamera yang digunakan NASA untuk memotret bumi dari satelit Deep Space Climate Observatory yang diluncurkan pada tanggal 11 Februari 2015 adalah Earth Polychromatic Imaging Camera (EPIC), kamera CCD empat megapixel dan teleskop. Gambar bumi yang ditampilkan dihasilkan dengan menggabungkan tiga gambar terpisah untuk membuat gambar berkualitas fotografi. Kamera mengambil 10 gambar menggunakan filter narrowband berbeda - dari ultraviolet ke inframerah dekat - untuk menghasilkan berbagai produk ilmu pengetahuan.

Selama ‘bermain-main’ dengan citra satelit (tahun 2000 - 2003 dan 2005 – 2008) penulis bekerja dengan citra satelit pankromatrik 7 kanal.

Kegunaan citra pankromatik banyak, bukan hanya sekadar menghasilkan foto bumi. Mulai dari kontur rupa bumi hingga tingkat laju pertumbuhan populasi vegetasi (setidaknya itu yang dulu penulis kerjakan).

Kembali pada tudingan bahwa foto bumi NASA adalah rekayasa CGI karena warnanya tidak konsisten.

Silakan foto suatu objek diam (misalnya gunung) dari satu titik stasioner (tetap) setiap 3 bulan pada jam yang sama dalam setahun. Tidak perlu gonta-ganti kamera seperti setiap kali NASA meluncurkan satelit baru. Bandingkan fotonya, apakah warnanya akan tetap sama?

Cuaca, jarak bumi ke matahari, kamera yang digunakan mempengaruhi foto Bumi dari NASA.

Menurut Pengusung teori Flat Earth, Tidak ada satupun satelit di luar angkasa yang bisa dilihat oleh teleskop atau dideteksi dengan radio manapun di bumi.

Fakta sejarah: satelit pertama Sputnik milik Uni Sovyet, memancarkan sinyal yang dapat didengar dengan radio di seluruh dunia.

Kembali ke teori dasar: untuk menangkap suatu pancaran gelombang frekuensi, perlu pengaturan alat pada frekuensi yang sesuai. Anda takkan dapat menonton siaran televisi luar negeri tertentu tanpa penerima satelit karena pesawat televisi hanya menerima frekuensi pada lebar pita gelombang tertentu.

Dan klaim bahwa tidak ada satelit yang bisa di lihat dari bumi adalah tidak berdasar. Hanya perlu alat pengamat yang tepat, langit malam yang bersih, informasi posisi satelit (ada situs yang dikhususkan untuk itu), maka Anda akan dapat melihat satelit tertentu.

Di bawah adalah foto ISS yang di ambil oleh seorang fotografer di langit Manila, Filipina

nightskyinfocus.com
nightskyinfocus.com
 
Menurut pengusung: GPS (Global Positioning System) dan Google Map tidak menggunakan satelit.

Dalam menyebutkan posisi keberadaan suatu objek, ada dua cara: posisi lokal dan posisi global.

Posisi lokal: Rumahku 100 meter dari barat tugu.

Posisi global: Tugu Monas terletak pada titik koordinat 6° 10' 30.6336" LS, 106° 49' 42.726" BT

Apakah menentukan posisi global HARUS dengan satelit? Lebih dari seribu tahun sebelum satelit GPS mengorbit, garis lintang dan bujur sudah tergambar di peta. Pelaut menggunakan sextant untuk menentukan posisi dengan melakukan triangulasi pada bintang-bintang dilangit. 

Pilot pesawat terbang dipandu dengan gelombang groundcontrol untuk menentukan posisi, ketinggian dan arah terbang.

Jika Anda penggemar serial CSI atau NCIS, Anda pasti tahu bahwa melacak posisi gawai orang yang dicari dengan triangulasi BTS, bukan satelit. 

Satelit GPS adalah mempermudah semua itu. Anda dapat menentukan posisi Anda di puncak Himalaya atau di tengah Gurun Kalahari meski tak ada sinyal dari provider dengan menggunakan alat GPS.

Adapun tentang Google Map, harus dibedakan antara peta yang merupakan titik, garis, warna dan simbol dengan citra hasil penginderaan jauh. Google Earth dihasilkan oleh citra satelit dan foto dari drone. Peta adalah transformasi dari proyeksi koordinat.

Satelit Pemetaan (Mapping Satellite) seperti GeoEye milik Google mengorbit bumi dalam lintasan asyncronous belasan ribu kali dalam satu hari, mengambil gambar satu wilayah dari berbagai sudut. Gunanya adalah untuk menghasilkan citra trimatra rupa bumi. Dan jika Anda membuka Google Earth, dengan mudah dapat dilihat bahwa Kutub Selatan merupakan benua utuh, bukan tembok tinggi seperti klaim pengusung Flat Earth.

Kutub Selatan | Google Earth
Kutub Selatan | Google Earth
Masih banyak lagi argumen mereka yang ngawur seperti ‘White Night membuktikan bahwa bumi datar’. Mereka lupa bahwa menurut mereka Kutub Utara terletak di pusat bumi. Bagaimana mereka akan menggambarkan lintasan matahari?

 

Mengapa ada yang mempertahankan Teori Flat Earth?

Sederhana saja. Untuk mempertahankan ayat-ayat kitab suci yang ditafsirkan secara literal.

Dia yang bertakhta di atas bulatan bumi yang penduduknya seperti belalang; Dia yang membentangkan langit seperti kain dan memasangnya seperti kemah kediaman! (Yesaya 40:22)

Jadi, menurut mereka, bumi HARUS berbentuk serupa koin.

 
Penutup

Pemalsuan pengetahuan berdasarkan pandangan sempit dalam mengartikan ayat-ayat suci sudah terjadi sejak dulu. Galileo dipaksa untuk bertobat dan mengaku dosa karena pendapatnya tentang sistem tata surya.

Apakah ilmu pasti benar? Tidak. Ilmuwan sejati akan selalu skeptis.

Apakah agama salah? Tidak. Tafsiran sempit sebagian penganutnya yang membuat agama menjadi salah.

Manusia diciptakan dengan akal. Sebagai fiksianer, penulis acap menyisipkan pemikiran-pemikiran penulis tentang ilmu dan agama dalam kisah fiksi. Diskusi dan debat sehat merupakan sumber inspirasi.

Akhirul kalam, mengutip profesor kenthir: celeguk!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun