Sampai akhirnya, pada bulan Juli 2005 sebuah berita yang mengejutkan tak disangka-sangka: Ellyas Pical Ditangkap Karena Jual Ekstasi.
Saat itu penulis merasa SANGAT bersalah. Bagaimana mungkin seorang pahlawan yang telah mengharumkan nama bangsa ke tingkat Internasional sampai melakukan tindak kejahatan itu kalau bukan karena masalah ekonomi? Ternyata sang mantan juara dunia menjadi satpam sebuah diskotik, dan tentu saja penghasilan yang tak seberapa itu dicoba ditutupi dengan objek sampingan yang ‘jamak saja’ di dunia gemerlap malam.
Setelah menjalani 7 bulan masa hukuman, mantan juara dunia tersebut diangkat menjadi asisten Agum Gumelar, Ketua Umum KONI saat itu. Tapi roda hidup kembali bergulir untuknya. Pergantian pengurus KONI hanya memberinya jabatan Office Boy.
YA TUHANKU! Beginikah bangsaku yang setiap peringatan Hari Kemerdekaan dan Hari Pahlawan meneriakkan slogan BANGSA YANG BESAR ADALAH BANGSA YANG MENGHARGAI PAHLAWAN sampai serak dan ludah berdahak muncrat terpercik muka sendiri? Sementara anggota dewan yang terhormat kerjanya tidur memperoleh tunjangan yang terus bertambah? Atau menteri titipan yang mendapatkan uang pensiun?
Maaf, penulis jeda sejenak....menghapus air mata dan mengatur nafas meredakan amarah ….
*****
Sejarah adalah tentang peristiwa perang dan damai. Penemuan dan bencana. Pahlawan dan pecundang. Bukan tentang para dewa dan gergasi.
Sejarah bukan kisah legenda. Sejarah ada karena manusia ingin mengingat keakurasian dan obyektivitasnya. Mengambil pelajaran darinya.
Ketika kita memahami para pahlawan, maka saat itu kita memanusiakan sejarah.
Dan baru saja dari televisi terdengar: “Pemberian Gelar Pahlawan untuk pak Harto dan Gus Dus menunggu saat yang tepat…..”