Karena kebakaran hutan yang selalu terjadi  setiap tahun, Indonesia termasuk dalam sepuluh besar penyumbang emisi karbon dunia (510 Mega ton CO2e, data tahun 2013), meskipun secara dalam hitungan per kapita kita hanya berada di urutan ke 20. Hal ini lah yang menjadi kita ‘agak selamat’ jika harus membayar ‘pajak’ emisi karbon. Pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yoedhoyono, telah dilakukan beberapa kebijakan untuk mengurangi emisi karbon, di antaranya dengan menawarkan insentif  bagi investor GIS dan Moratorium Derofestasi tahun 2011 dan diperpanjang lagi pada tahun 2013.
Tapi dengan kejadian kebakaran hutan yang dikatakan sebagai ‘kisah bencana iklim terbesar planet bumi’ masih berlangsung sampai saat ini, diperkirakan Indonesia masuk 3 besar penyumbang polusi emisi karbon tahun 2015, dengan ‘produksi’ 1,35 Giga ton CO2e.
Kejadian ini mengundang keprihatinan dunia, terbukti dengan ukuran bantuan yang ditawarkan negara-negara sahabat. Negara-negara sepeti Malaysia, Singapura, Jepang dan Rusia menawarkan armada pesawat pemadam kebakaran mereka. Duta Besar Amerika untuk Indonesia Robert O Blake Jr mengumumkan bahwa Amerika Serikat akan memberikan bantuan awal sebesar 2,75 juta dolar AS atau Rp 37,4 miliar untuk mendukung upaya Indonesia mengatasi dampak kebakaran hutan dan kabut asap.
Bulan lalu, pemerintah Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo telah berjanji kepada UNFCCC Â mengurangi kontribusi emisi karbon sampai 26 persen pada tahun 2020 dan jika diberi bantuan finansial sebesar 6 Milyar USD, akan menurunkan emisi karbon sampai 41 persen pada tahun 2030.
Jadi, sebenarnya bantuan yang akan kita terima adalah ‘bayaran’ untuk janji yang telah kita berikan, meskipun tersirat bahwa dunia masih meragukan pemerintah Indonesia mampu mewujudkan janji tersebut, terlebih lagi dengan adanya wacana pencabutan moratorium izin penebangan hutan Januari kemarin oleh Menteri Kehutanan, Siti Nurbaya.
Penutup
Kebakaran hutan dan kabut asap yang sedang terjadi oleh NASA dinyatakan sebagai rekor baru. Â Korban sudah tak terhitung. Merincikan kerugian dalam angka-angka justru hanya mengurangi arti dari RUGI itu sendiri. Anak-anak yang kehilangan masa depan. Tumbuhan dan hewan yang terancam atau bahkan sudah punah. Iklim global yang berubah. Bahkan rasa empati yang hilang demi membela orang per orang.
Yang kita butuhkan sekarang adalah membantu segera para korban, menemukan inti masalah dan solusinya, bersikap rendah hati, bekerja pintar tanpa basa-basi, bertindak tegas mengadili dan menghukum pelanggar undang-undang tanpa pandang bulu, dengan prioritas mafia kelas berat terlebih dahulu!
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H