Buku doa "The Farnese Hours" dibuat oleh pelukis Era Renaisans, Giorgio Giulio Clovio atau Juraj Julije Klovic (1498 - 1578) yang didedikasikan untuk Cardinal Allesandro Farnese (1520 -1589). Farnese merupakan cucu dari Paus Paulus III (1468-1549).Â
Giulio Clavio, kelahiran Grizane, Kerajaan Kroasia, sejatinya adalah seorang iluminator, miniaturis dan pelukis yang aktif pada masa Renaisans. Dia juga merupakan iluminator manuskrip terakhir sebelum tergantikan oleh aliran Era Modern.
Buku The Farnese Hours dituntaskan selama hampir 10 tahun lamanya, dari 1536 - 1545 . Menariknya, salah satu halaman berwarna yang menyertakan gambar burung cenderawasih ini, merupakan gambar berwarna pertama spesies burung cenderawasih yang pernah dilukis oleh bangsa Eropa.Â
Adapun ilustrasi burung cenderawasih dalam buku saku "The Farnese Hours" yang dibuat oleh Klovic, sebagai perlambang kesucian Bunda Maria (the Immaculate Maternity of Virgin Mary). Dimana ilustrasi tersebut melengkapi teks berbahasa latin yang berisikan hymne/puji-pujian untuk Bunda Maria.Â
Model burung cenderawasih yang dilukis tidak terlepas dari Ekspedisi Magellan (1519-1522), yang dituntaskan oleh para awak kapal yang selamat. Mereka membawa serta 5 spesimen burung cenderawasih pertama di Eropa.Â
Dari 5 specimen burung cenderawasih tersebut, 2 diantaranya diberikan kepada Raja Charles V (1500-1558), yakni burung bidadari (Semioptera wallacii), specimen yang ke-3 diberikan kepada Cardinal Mattheus Lang von Wellenburg (1469-1540) oleh Maximilianus Transylvanus (1490-1538), yang merupakan sekretaris Raja Charles V. Maximilianus adalah sosok yang mewawancarai dan menuliskan kisah perjalanan kru kapal yang selamat dari ekspedisi Magellan. Spesimen ke-4 didapatkan oleh Archduchess Margaret of Austria (1480 -1530), yang tidak lain adalah kerabat dari Cardinal Alessandro Farnese, sekira tahun 1523.
Spesimen ke-4 yang dikemudian hari teridentifikasi sebagai cenderawasih kuning besar (Paradisaea apoda) inilah, diduga sebagai model yang dilukis oleh Klovi dalam buku doa "The Farnese Hours" tersebut.
Sedangkan spesimen yang ke-5 dimiliki oleh Antonio Pigafetta (1491-1531), salah satu dari 18 awak kapal Magellan yang kembali dengan selamat ke Spanyol.
Maximilianus Transylvanus dalam bukunya "De Moluccis Insulis", tahun 1523, menceritakan bahwa asal muasal nama burung cenderawasih bersumber dari hasil wawancaranya dengan kru kapal Magellan yang selamat. Kru yang selamat dari rute sebelumnya, dengan kapal Trinidad dan Victoria mencapai Pelabuhan Tidore pada 08 November 1521. Kedatangan mereka yang berlabuh di Pelabuhan Tidore  - yang sekembalinya ke Spanyol membawa berbagai muatan rempah selama kurang lebih enam minggu- ditandai dengan dentuman artileri tanda persahabatan.
Saat berlabuh selama enam minggu,kru tersebut diduga mendapatkan cerita dari Sultan Bacan, yang menjelaskan bahwa jiwa (soul) memiliki sifat tak fana, meski telah terlepas dari raga. Sebagian dari jiwa-jiwa tersebut bersemayam dalam raga mahluk lain, salah satunya burung cenderawasih. Apa kaitannya dengan burung cenderawasih, masyarakat setempat tak pernah melihat burung ini menginjak tanah. Jika ditemukan di tanah dalam keadaan jatuh mati, itupun langsung dari langit. Itulah sebabnya Maximilianus Transylvanus menuliskan dalam bukunya, burung tersebut dikenal oleh masyarakat Maluku dengan nama Mamuco Diata (Burung Dewata).Â
Menarik untuk diteliti lebih lanjut, apakah pemberian 5 spesimen burung cenderawasih oleh Sultan Bacan ada peran Enrique dari Melaka - yang dikenal juga dengan Enrique of Moluccas atau Henry the Black- sebagai penerjemahnya, karena ia satu-satunya awak yang mampu berbahasa melayu.
Buku The Farnese Hours adalah salah satu bentuk karya para biarawan Romawi abad ke-16 yang memiliki tugas ; menyalin manuskrip lama, pada siang hari, enam hari dalam seminggu. Waktu senggang mereka hanya berlaku saat makan, tidur, berdoa dan ke kamar mandi. Untuk mengatasi kebosanannya, para biarawan menambahkan dekorasi pada setiap halaman buku tersebut. Ini juga menjadi cara menyalurkan bakat dan kreativitas seni mereka,yang tentu saat itu adalah masa keemasan karya seni di Eropa, termasuk manuskrip bergambar.
Selain mengungkap gambar burung cenderawasih, Buku The Farnese Hours syarat dengan berbagai tema dan ilustrasinya, antara lain Adoration of the Shepherds, Adam and Eve, The Fall of Man, The Visit of the Magi, The Crucifixion, Moses Lifting up the Serpent in the Wilderness, the Annunciation to the Shepherds, dan August and the Sibyl.
Selama kurang lebih 5 abad lamanya (terhitung hingga saat ini) buku The Farnese Hours telah beralih tangan ke 13 pemilik yang berbeda. Saat ini, buku  tersebut menjadi koleksi J.P. Morgan melalui The Morgan Library and Museum, New York.Â
Sumber Tulisan :
Anonymous. (2014). Â Giulio Clovio. Art Now and Then. Diakse 25 Desember 2022 from http://art-now-and-then.blogspot.com/2014/09/giulio-clovio.html
Borden, J.F. Â (2009). Bird of paradise motive by Julie Klovic in The Farnese Hour.. Journal of Iconographic Studies. 2. 297 - 304.
en.wikipedia.org
Muini, Jasmina & Bogdan, Jasenka & Beehler, Bruce. (2009). Julije Klovi : The first colour drawing of Greater Bird of Paradise, Paradisaea apoda. Journal of Ornithology. 150. 645-649.
themorgan.org
Walker, Matt. (2009). Masterpiece yields bird secret. BBC Earth News. Diakses 25 December 2018 from http://news.bbc.co.uk/earth/hi/earth_news/newsid_8057000/8057195.stmÂ
Kampung Jaifuri, Keerom, Papua, 25 Desember 2022
Yayan Sopian
Guru SMA PGRI Jayapura
Alumni Marshall University, West Virginia, AS
Alumni Penerima Beasiswa LPDP, Kemenkeu RI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H