Mohon tunggu...
Yayan Sopian
Yayan Sopian Mohon Tunggu... Guru - Guru yang belum bisa digugu dan ditiru

..

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

'Energy by Friction' Langkah Kaki untuk Sebuah Energi Mandiri dari Sekolah

2 Desember 2015   19:50 Diperbarui: 2 Desember 2015   20:15 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika tulisan ini dibuat sebenarnya hanya untuk mengungkapkan kebodohan penulis akan teknologi yang sebenarnya biasa saja namun bagi penulis luar biasa. Berawal dari tinta bolpen yang bisa dihapus, ya bolpen karena selama ini tidak pernah terbayang bagaimana tinta bolpen yang sudah tergores di kertas bisa di remove begitu saja namun tanpa menggunakan tip ex.

Tetapi inilah yang terjadi berawal ketika tiba musim exam minggu lalu, penulis dipinjami satu bolpen oleh teman yang ternyata tintanya dapat dihapus dengan istilah remove by friction. Ya hanya dengan menggosokkan ujung bolpen yang menyerupai seperti penghapus dan hasilnya lenyaplah tintanya. Yang akan dibahas bukanlah bolpennya namun dari bolpen inilah yang menjadi sumber inspirasi penulis untuk mengandaikan sebuah teknologi energi mandiri dengan gesekan atau energy by friction.

Jika dilihat dari judulnya penulis mengangkat tulisan ‘Langkah kaki untuk sebuah energi mandiri dari sekolah’. Kenapa harus dari sekolah?Baiklah, salah satu alasan utama adalah karena lingkup pekerjaan yang ditekuni penulis saat ini adalah sebagai pengajar di sebuah sekolah di Jayapura, yang setiap harinya berinteraksi dengan siswa, sehingga itulah yang pertama kali muncul dari benak penulis.

Berarti jika diganti dengan energi dari kantor sendiri?energi dari jalan? Silahkan sah-sah saja tinggal diganti 2 kata terakhir dari judul ini. Untuk alasan lainnya kenapa harus dari sekolah? pembaca dapat menemukannya ketika tulisan ini selesai dibaca.

Penulis bukanlah ahli teori fisika apa lagi teknologi aplikasi. Namun penulis masih ingat ketika duduk di bangku SMP, saat itu teori tersebut diajarkan oleh seorang guru fisika di salah satu sekolah ketika penulis bersekolah di Bandung (hampir dua puluh tahun yang lalu, dan juga ini bukti jika saat ini penulis berusia lebih dari seperempat abad). Beliau mengatakan ketika terjadi gesekan sebenarnya akan menghasilkan energi. Dengan me recall apa yang beliau katakan, daripada energi tadi terbuang percuma lebih baik di daur kembali.

Krisis energi rasanya tidak akan ada habis-habisnya jika dibahas, efek domino dari pemanasan global hingga perubahan iklim adalah salah satu dampak dari eksploitasi sumber energi. Pemakaian Non renewable energy seperti energi fosil adalah biang keladinya. Tetapi, dari pada kita membicarakannya dengan keluhan baiklah adanya kita mengandai-andaikan jika nanti ternyata bisa tercipta teknologi energi friksi mandiri seperti mengandaikan teknologi ruang dan wakunya ‘Pintu Doraemon’ atau si dokter ajaib Robot ‘Baymax’ di film Big Hero 6. Bukankah kata orang bijak imajinasi itu adalah mimpi yang dapat digapai jika kita terus berkarya untuk mencapainya.

Sebuah sekolah jika memiliki rombongan belajar yang besar tentunya akan memiliki potensi yang besar. jika penulis membahas dari sisi energi maka yang akan dibahas adalah kebutuhan energi dan potensinya menghasilkan energi.Penulis akan bahas dari kebutuhan energi terlebih dahulu.Kantin sekolah misalnya dapat dikatakan sebagai penyedia energi bagi siswa dari makanan yang disediakan, namun juga membuang energi dari sampah yang dihasilkan. Kebutuhan energi listrik di sekolah umumnya masih bergantung pada sumber yang sama yaitu PLN.

Jika dihitung-hitung secara kasar kebutuhan energi di sekolah pasti akan meningkat seiring pemanfaatan IT untuk pembelajaran maupun membantu tugas administrasi guru di sekolah. Karena saat ini laptop atau notebook bukanlah barang mewah di sekolah, seiring dengan tuntutan kurikulum dan profesionalisme guru. Tidak ketinggalan pula dengan siswa, hampir setiap siswa saat ini memiliki smartphone (bahkan lebih terupdate jika dibandingkan gurunya).

Salah satu hal nyata dan pasti akan terus berlangsung adalah daya baterai smartphone yang tidak dapat bertahan sampai satu hari,artinya perlu di recharge. Jika di survei setiap guru dan siswa yang membawa smartphone ke sekolah pasti pernah mengalami hal ini. Bisa di bayangkan ada berapa banyak guru dan siswa di satu sekolah dan sekolah lainnya yang dalam waktu bersamaan me recharge dan sekaligus memakai energi tanpa berpikir bagaimana mengembalikannya lagi. Itupun belum termasuk pemakaian energi listrik untuk penerangan dan alat elektronik lainnya di sekolah yang sama.

Bebicara tentang potensi sekolah seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya, sekolah dapat menjadi sumber pembelajaran bagaimana cara menerapkan efisiensi energi dan bukan tidak mungkin bahkan berpotensi menjadi sumber pembelajaran pemanfaatan energi alternatif . Sambil menghemat penggunaan energi listrik dari PLN misalnya, kenapa tidak dikombinasikan dengan instalasi panel surya (solar cells).

Demikian pula dengan sumber energi lainnya yang penulis coba kemukakan, dihasilkan dengan langkah gerak kaki melalui gesekan/friksi yang terjadi. Dapat dibayangkan jika jumlah siswa di satu sekolah yang rombongan belajarnya besar,maka energi dari gesekan langkah kaki dengan permukaan lantai pun akan lebih banyak pula dihasilkan. Lantas bagaimana cara mewujudkannya? ya memang penulis tidak bisa menjelaskan teknisnya, itulah sebabnya penulis mengunggah tulisan ini di laman kompasiana dengan harapan pembaca yang budiman ada yang handal di bidang ini lalu menciptakannya.

Namun sederhananya penulis membayangkan jika lantai-lantai di sepanjang koridor sekolah tempat lalu lalang siswa tertanam teknologi untuk menangkap sumber gesekan/friksi kemudian mengubah dan menyimpannya menjadi energi listrik siap pakai jika sewaktu-waktu dibutuhkan seperti halnya teknologi panel surya (solar cells).

Potensi energi friksi yang dihasilkan dari langkah kaki (sumber : northleedslifegroup.com)

Untuk menghindari bahwa khayalan ini plagiarism, boleh jadi ketika penulis berpikir seperti ini jauh sebelumnya sudah tercipta teknologi dimaksud. Ternyata syukurlah benar ketika mencoba mem browsing didapatlah dua temuan akan teknologi ini persis seperti yang dibayangkan yakni triboelectric generator dan triboelectric nanogenerator yang masih dalam tahap pengembangan. Namun satu hal jika pembaca budiman yang kompeten di bidang ini tertarik mengembangkannya dan diaplikasikan secara massal dan lebih murah, bukankah lebih bermanfaat untuk kemaslahatan orang banyak?

 

Triboelectric generator (sumber : Inertia films www.sciencedaily.com)

 Triboelectric nano generator (sumber : Rob Felt, Georgia Tech www.sciencedaily.com)

Melanjutkan alasan yang hilang dari paragraf kedua di atas (jika pembaca masih melanjutkan membacanya) sekaligus mengakhiri tulisan. Dengan penerapan teknologi ini di sekolah, tentu bukan tanpa sebab selain karena jumlah siswa sebagai sumber potensi penghasil energi, diharapkan siswa pun dapat terinspirasi akan ide-ide lainnya yang berawal dari prinsip 5 W (What,Why,What,Who,When) 1 H (How).

Menanamkan akan pentingnya efisiensi energi sejak dini tentu dimulai dari keluarga dan kemudian berlanjut di sekolah.Tidak hanya mengajarkan akan efisiensi energi tetapi sekolah diharapkan dapat pula mencetak generasi bangsa yang kreatif untuk menemukan sumber energi alternatif. Semoga

Salam Hijau

Perth, 02 Desember 2015

*) Keterangan Gambar Utama: Tinta bolpen yang dapat dihapus dengan bolpen 'Remove by friction' (sumber : foto pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun