Mohon tunggu...
Ayah Farras
Ayah Farras Mohon Tunggu... Konsultan - mencoba menulis dengan rasa dan menjadi pesan baik

Tulisan adalah bagian dari personal dan tak terkait dengan institusi dan perusahaan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Ignasius Jonan Legenda Hidup, CommuterLine Semestinya Bersinar

13 April 2023   00:37 Diperbarui: 13 April 2023   00:41 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
credit : (Alsadad Rudi) via kompas.com

Terkaget-kaget ketika bangun sudah pukul tujuh pagi lewat 15 menit. Rasanya buntu tak karuan karena mesti mandi dan bersiap untuk rutinitas pagi menuju kantor. Akhirnya berhitung waktu mandi dan berpakaian hingga kutarget tak lebih sepuluh menit. "Mana kemeja dan celana ?", teriakku seakan dunia sudah gelap sekali karena kupikir mesti mengejar kereta jam 7.30 dari stasiun terdekat dari rumahku.

Akhirnya target mandiku selesai dengan berpakaian rapih hanya 10 menit dan lima menit sampai stasiun terdekatku. Tergopoh-gopoh tentunya mencapai stasiun awal setelah "tap" kartu tiket keretaku.

Setibanya di Jatinegara stasiun transitku lantas kutunggu kereta yang menuju Stasiun Kampung Bandan. Tujuan utama yaitu ke Stasiun Tanah Abang untuk lanjut naik kereta ke Stasiun Serpong.

Kurasa perjuangan baru dimulai dari Stasiun Jatinegara dengan hiruk pikuknya kurasa. Jam terasa jadi pertaruhanku berjuang tiba di kantorku di daerah Serpong sesuai harapan. Dalam pandanganku selisih jam yang ada sesungguhnya masih bisa diisi dengan beberapa jam kedatangan kereta yang bisa membantu ketepatan waktu tempuh ke tempat tujuan (kerja/aktifitas).

Dalam ingatanku Perusahaan Kereta Api Indonesia dengan kondisi saat ini sudah dalam kondisi terbaik dengan segala pengalamanku naik kereta lokal Jakarta dan luar daerah semenjak era 80-an. Venue yang ada sangat nyaman dinikmati penumpang dengan segala fasilitasnya termasuk outlet makanan dan minumannya.

Patutlah kita berterima kasih kepada pak  Ignasius Jonan yang menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) PT Kereta Api Indonesia (KAI) (Persero) tahun 2009 s.d. 2014. Dengan garda terdepannya Security Manager Daops I PT Kereta Api Indonesia (KAI), Akhmad Sujadi, kala itu. Pada umumnya kepada semua yang terlibat dalam pemegang kebijakan dan para pihak dalam pengimplementasian kebijakannya saat itu dirasa melawan arus dan berat tantangannya, baik skala Jabodetabek ( CommuterLine) maupun nasional, tapi berhasil .

Cerita Ignasius Jonan hanyalah jadi sekedar legenda karena kini dengan kondisi yang ada kita menghadapi permasalahan sesaknya menikmati transportasi massal tersebut. Sementara himabauan dan sosialisasi penggunaan transportasi massal terus masif dilakukan.

Semua hal yang kita nikmati saat ini bisa menjadi ladang amal jariyah untuk pak Ignasius jonan dan jajarannya yang telah menyisakan hasil kerja terbaiknya. Sisanya tinggal para penerusnya yang terus mesti berbenah dengan sekuat tenaga di antara segala tantangannya yang semestinya bisa lebih mudah.

Selepas saya mendapat kereta jurusan Stasiun Kampung Bandan dari Stasiun Jatinegara pakaian rapih yang sekuat tenaga dijaga menjadi lusuh dan bahkan berkeringat basah.

Setiba di Stasiun Tanah Abang tentunya saya mesti berlari-lari lagi menaiki tangga manual atau ada juga pilihan tangga jalan (eskalator) guna menyeberang ke jalur seberang menuju jalur Rangkasbitung, Parung Panjang atau Serpong.

Agak lega sebenarnya karena jalur yang saya tempuh sesungguhnya berlawanan arus dengan habitat kerja yang ada. Hal ini dikarenakan memang biasanya kebanyakan di waktu pagi orang-orang pada umumnya dari pinggir Jakarta menuju pusat Jakarta. Jadi jalur saya sudah tentu agak lengang karena menuju pinggir kota yaitu Serpong. Namun saat pulang akan kembali berkutat di Stasiun Tanah Abang penuh perjuangan.

Diluar permasalahan setuju atau tidaknya penambahan ketersediaan kereta melalui impor kereta Jepang atau negara manapun rasanya memang stok gerbong kereta sudah sangat perlu diadakan. Ini masuk dalam permasalahan yang nyata bahwa kita kurang stok gerbong kereta dan jamnya yang dirasa masih luang untuk diisi jam perjalanan.

Fungsinya ya memang akan menambah jam rute yang bisa diisi di setiap sela menit guna memenuhi kebutuhan daya angkut yang sudah terdengar teriakannya.

Di samping ketersediaan stok gerbong kereta ada lagi hal yang penting dipenuhi yaitu keamanan dan kenyamanan. Jadi rahasia umum sebenarnya jika kita naik kereta commuterline Jabodetabek sekilas kita tahu adanya gerombolan copet yang beraksi. Caranya bisa mengepung dan menjegat di pintu dengan segala caranya hingga mendapat hasil copetannya. Hal ini mungkin saja dihasilkan dari tingkat kepadatan daya tampung yang sudah sangat sesak dan leluasa beraksi. Penumpang seakan tak bisa berbuat apa-apa selain berserah diri dan menjaga miliknya masing-masing. Hal ini di luar cerita pelecehan sex yang jadi bagian cerita para pengguna CommuterLine.

Wahai pemegang kebijakan per-kereta apian Indonesia, sesungguhnya tugas pembenahan kali ini sangatlah mudah, sebab hanya meneruskan jejak yang sudah ditinggalkan dengan rapih dan sangat baik oleh pak Jonan dkk.

Polemik Impor Kereta bekas Jepang atau menggunakan produk nasional Inka hanyalah "Gimmick" , sementara sistem sudah tergelar dengan baik. Lupakan upaya kepentingan apapun dengan tetap berpegang teguh bahwa hal yang dlakukan dalam upaya pelaksanaan kebijakan merupakan berdiri di atas kepentingan rakyat (baca; pengguna kereta api/CommuterLine).

(Isk)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun