Entah ada dimana atau memang kita semua yang berada di ruang masa tranfer informasi tercepat tak tertahankan. Tak ada lagi filter atau penyaring informasi yang terseleksi atau tersensor. Â Sungguh kita semua diharapkan bisa memiliki tombol khusus diri yang bisa menahan atau melepas sesuatu yang layak dengar dan lihat. Terlebih tentunya kondisi duka kecelakaan yang saat ini terjadi ( Kapal Selam Nanggal 402). Tak ada yang menjamin kontrol kata, visual, meme, dalam media sosial terlepas dengan layak.
Ekploitasi kedukaan sesungguhnya tak sedikitpun membantu mengurangi rasa beban duka keluarga korban sebab yang ada hanya akan semakin mengiris rasa yang terus berbuih duka. Empati harus ditumbuhkan dengan sikap seperti bagaimana jika itu yang mengalami adalah diri kita sendiri. Bayangkan chat (obrolan) khusus yang ada di hari-hari terakhir korban dan keluarganya diangkat hingga mengalami penyebaran yang masif, apa maksudnya ? Penyebar mungkin bermaksud menggali rasa sedih bersama-sama dengan cara flashback sebelum kejadian, atau bisa jadi kebanggaan menjadi penyebar paling cepat? Tak ayal aksi sebar konten dan narasi bagian yang dikaitkan dengan para korban dan keluarga jadi pemicu lainnya untuk disebarkan kembali. Belum lagi video jelang atau detik-detik kecelakaan semisal anak bersama ayah atau momen lainnya yang sesungguhnya tak layak di sajikan bahkan semakin menggali kedalaman rasa duka, jika tak percaya bisa silahkan ditanyakan kepada keluarga korban bersangkutan.Â
Pada saat kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 (28 Desember 2014 ) Juru bicara Himpunan Psikologi Indonesia, Margaretha  mengatakan keluarga korban semestinya diberikan proses kesedihannya secara proses kesedihannya secara alamiah  "Memberikan kesempatan bagi para keluarga untuk bisa merasakan kesedihannya, untuk bisa mengalami kesedihannya secara alamiah, karena memang orang ketika menghadapi duka itu prosesnya bisa sangat individual, dan ada juga orang-orang yang memang cukup mampu untuk menempuh atau melampaui kesedihannya ini secara alamiah. Tentu saja selain itu, ada juga orang-orang yang mungkin butuh bantuan secara psikologis oleh profesional, psikolog, misalkan orang-orang yang memang punya kedukaan berlebihan, atau mungkin dulunya pernah mengalami trauma tertentu terkait dengan ditinggal pergi oleh keluarga terkasih," ujar Margaretha.
Tentu saja apa yang disampaikan Margareta masih relevan dalam setiap musibah atau kecelakaan yang terjadi dan menyedot perhatian publik maupun tidak. Saat ini semua dari kita sebagai bagian bangsa Indonesia tentunya mendengar musibah tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402. Ada 53 putera-putra terbaik bangsa Indonesia gugur saat menjalankan tugas negara. Â Kapal selam KRI Nanggala-402 resmi dinyatakan tenggelam (subsunk) pada Sabtu (24/4/2021).
Ada ruang kata dan rasa yang sesungguhnya tersaring dengan baik dan bahkan bisa menjadi penyejuk dan menjadi bagian rasa empati bagi keluarga korban. Sampaikan gulungan kata yang memang dari hati terdalam dan sangat-sangat bisa merangkul hati keluarga korban. Dari awal kabar hilang kontaknya kapal selam Nanggala 402 ada pesan yang disampaikan para keluarga korban yang tertulis doa dan harapan melalui akun media sosial masing-masing. Â Jadilah teman atau sahabat yang bisa berbagi dalam kata dan doa. Bila tak bisa memberikan kata dan doa terbaik setidaknya diam dan berdoa serta menyimak dengan rasa. Ada banyak pertimbangan dalam melontarkan kata dalam tulisan maupun bentuk lainnya untuk para keluarga korban.
Setiap kejadian musibah kecelakaan pasti relevan dengan psikologis para korban yang hidup maupun keluarga korban."Lebih baik memberikan reaksi atau ekspresi simpati empati. Kadang kata-kata itu justru tidak diperlukan. Yang diperlukan adalah lebih kepada perhatian, pelukan, atau mungkin lebih kepada ekspresi yang apakah sudah makan, apakah sudah tidur. Jangan ditanya bagaimana perasaan, itu bukan hal yang etis untuk ditanyakan," jelas  Kasandra Putranto psikolog klinis dari Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia saat membahas  kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang jatuh di Kepulauan Seribu.  Â
Ada hal yang mungkin tak dibayangkan terjadi dan bahkan entah sengaja atau diluar kesadaran memberi komentar yang sarkas ( kasar) berlebih. Tentu saja selain mengiris hati para korban bahkan institusi TNI AL (Angkatan Laut). Hal tersebut selain merusak psikologi keluarga korban, bisa berujung masuk ranah hukum. Hal-hal tersebut sudah pasti harus diberikan pelajaran agar menjadi contoh untuk tidak dilakukan oleh yang lainnya.Â
Norma dan kaidah dalam menyikapi kondisi kecelakaan atau musibah masih menjadi PR ( Pekerjaan Rumah ) semua pihak. Media mainstream baik cetak, online maupun media elektronik bisa menjadi punggawa dalam memberi contoh bersikap. Tak elok jika nanti ada yang mengatakan media mainstream menjadi pemicu percontohan konten baik foto, video dan narasi padahal era kekinian sudah setiap orang bisa melakukan penyebaran informasi kapan saja melalui akun media sosial.Â
Apresiasi yang tinggi untuk 53 personil KRI Nanggala-402 yang telah gugur dalam tugas suci negara. Rasa duka mendalam ikut dirasakan hingga peluk tulus untuk para keluarga korban. Semoga apresiasi negara bagi para keluarga korban diwujudkan sebagai bagian tali asih dan terus menumbuhkan kecintaan bangsa dan semangat merawat kedaulatan NKRI. ( Isk )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H