Mohon tunggu...
Ayah Farras
Ayah Farras Mohon Tunggu... Konsultan - mencoba menulis dengan rasa dan menjadi pesan baik

Tulisan adalah bagian dari personal dan tak terkait dengan institusi dan perusahaan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Bansos Covid Dikempit, Tega Banget Sih

5 Desember 2020   23:22 Diperbarui: 6 Desember 2020   00:04 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Korupsi sesungguhnya tak mengenal waktu. Kapanpun bisa saja dilakukan sekalipun tak ada kesempatan tetap saja diciptakan peluangnya. 

Deretan aksi korupsi di rentang bulan terdekat ini membuka mata kita semua bahwa korupsi jadi perilaku yang masih melekat. KPK masih terlihat kilau giginya yang sebelumnya diragukan oleh sebagian masyarakat. 

Aksi OTT (Operasi Tangkap Tangan) KPK yang heboh tentu masih menempel diingatan kita yaitu dicokoknya Edhy Prabowo selaku Menteri KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) Rabu 25 November 2020).

Bandara Soetta jadi saksi tangkap langsung Menteri tersebut yang bersama rombongan baru saja pulang dari Amerika Serikat. Diduga tak hanya Edhy, kisah ini akan terus merembet atau mekar ke seluruh pihak yang terlibat ikut 'pesta' alias suap. 

Ada lagi lanjutan kisah OTT yang buat kita jadi terus ternganga seperti kasus  Wali Kota Cimahi yang ditangkap tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat, 27 November 2020. Setelah Walikota Cimahi estafet ke Bupati Banggai Laut, Sulawesi Tengah, Wenny Bukamo yang pada tanggal 3 Desember 2020 juga ditangkap KPK. 

Semua seperti drama yang dipentaskan dan jadi suguhan yang buat penontonnya terisak sedih tak berkesudahan. Ada harapan penonton dalam pentas tersebut bahwa drama akan berujung 'happy ending'. Ternyata tidak juga ada harapan bahwa kisah akan berakhir kebahagiaan. 

Babak baru OTT KPK kali ini menyasar ke satu kementerian yang memang seharusnya diharapkan jadi sandaran masyarakat ketika ada masalah sosial. Ya Kementerian Sosial RI namanya yang kini juga jadi perhatian kita semua. Namanya saja sosial pasti tugasnya memang dinanti masyarakat dan bisa jadi pengobat ketika permasalahan sosial menimpa. 

Jelas saat ini semua tak luput dari dampak yang terjadi bagi dunia dan Indonesia khususnya. Covid 19 membayangi kita semua sepanjang tahun ini dan masih belum tahu kapan akan berakhir. 

Masyarakat berharap penuh kepada pemerintah agar bisa melakukan pertolongan yang memang sangat ditunggu-tunggu. Bantuan logistik seperti bahan pangan sebagai yang utama dalam urusan mengganjal perut yang tak bisa ditunda-tunda lagi. 

Pemerintah sudah lakukan langkah tepat dengan memberikan paket Bansos (Bantuan Sosial) sebagai antisipasi dampak Covid 19. Namun tak setiap langkah yang bersifat baik berjalan baik. 

Sabtu (5/12/2020) KPK lakukan OTT kepada beberapa orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan bansos di Kemensos. Bravo untuk KPK yang sudah kembali tunjukkan kilau giginya dan masih terus dinanti aksi selanjutnya walaupun kita berharap tidak ada lagi aksi korupsi selanjutnya kalau bisa. 

Kembali ke perilaku korupsi yang masih terus hadir tak pandang waktu dan situasi. Situasi pandemi saat ini bisa jadi makin marak korupsi karena dipandang lemah pengawasan dan tingkat interaksi yang minim. Rupanya salah besar sebab di masa pandemi justru banyak mata memandang dan cemas memantau. 

Setelah kejadian OTT KPK di Kemensos ada beberapa yang kena jaring di antaranya PPK ( Pejabat Pembuat Komitmen ) Bansos (Bantuan Sosial) . Tentu saja perilaku korupsi tak berdiri sendiri. Hal ini akan merembet ke pihak-pihak lain yang terlibat. 

Miris memang dan kita cuma bisa elus dada lihat uang rakyat jadi bancakan di saat Bansos jadi tumpuan harapan banyak orang. Bansos malah jadi tunggangan memetik uang demi kepentingan pribadi. 

"Mbok ya pilih-pilih toh kalo mau korupsi, ya mosok bansos masih main korupsi juga. Itu kan sudah masuk urusan perut rakyat langsung"

Sebenarnya sih kalau urusan korupsi jelas tidak ada urusan pilih-pilih. Ada kesempatan ya sikat langsung tanpa lirak-lirik apapun bentuknya. Tapi ya kan di Bansos itu ada isi bahan pangan yang mesti dibagikan langsung ke rakyat. Kalau ada suap di oknumnya tentu akan besar kemungkinan terjadi pengurangan kualitas atau jumlah atas isi bansos yang akan diterima rakyat. 

Contoh seperti beras yang harusnya kualitas bagus akan turun kelas karena adanya 'setor uang' atau gratifikasi yang sudah dilakukan di depan. 

Apa yang dilakukan segelintir orang tersebut tentu berdampak luas ke jutaan rakyat melalui kantong bansos yang hadir sampai rumah tak utuh secara kualitas bahkan bisa juga kuantitas. 

Semoga ke depan semua bisa menjadi pelajaran terbaik dan membuka mata bahwa jabatan adalah amanah dan rakyat harus dilayani sebaik-baiknya. Walaupun pelajaran tentang kejadian korupsi sebelumnya sudah menggunung. 

Bukankah rakyat sudah membayar setiap bulan atas setiap pekerjaan yang dilakukan oleh para pelayan rakyat? Jika kurang pun rakyat selalu bersedia menaikkan gaji pelayan rakyat dengan lakukan dialog melalui wakilnya di DPR. (Isk) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun