Seakan tak pernah habis stok polemik yang berlangsung di negeri berjulukan tanah surga ini. Alamnya kaya dan cukup bisa menghidupi penghuninya. Semuanya bisa jika didukung keinginan kuat maju dan sejahtera bersama para pemimpin amanah berkeadilan.Â
Negeri ini selalu riuh tak berujung atau tiada akhir. Entah apa saja bisa memicu dan tak bisa menghindar dari pusaran polemik karena mendengar, melihat atau bahkan menyaksikan.Â
Baru-baru ini jagad publik +62 bergemuruh dimulai dari kedatangan Habib Rizieq Shihab (HRS) yang fenomenal dengan proses penjemputan yang masuk kategori fantastis dan belum pernah terjadi sebelum-sebelumnya di Indonesia. Tak ada yang membayangkan membludaknya orang yang ingin menjemput dan melepas rasa rindu rentang tiga tahun.Â
Tentu saja proses penjemputan HRS sontak mendapat respon yang beragam dan lahirlah pro kontra. Aspek protokol kesehatan di masa pandemi covid 19 dan juga adanya fasilitas bandara yang alami kerusakan harus bisa menjadi perhatian serius kedepan.Â
Baiklah kita lanjut ke topik yang sedang hangat yaitu pro kontra yang berawal dari kata 'lonte'. Kata lonte meruncing berawal dari tanggapan seorang selebritis ternama Nikita Mirzani via live instagram miliknya.Â
"Sekalinya pulang bikin ulah. Ini manusia bikin ulah terus. Ntar bikin demo apa. 712 atau 717. Kayak begitu diagung-agungkan. Setahu gue Habib itu, nama Habib itu tukang obat. Screenshoot, bye,"celoteh Nikita Mirzani (NM)Â
Pasti publik tahu atau mengerti arah kata yang dimaksud. Tanpa menunggu jeda yang berlama-lama respon banyak meluncur terkait celoteh NM.Â
Balasan paling sengit terlontar dari Ustadz Maaher At Thuwailibi. "Tukang Obat jalanan jauh lebih mulia dan terhormat daripada lonte oplosan penjual selangkangan" Kata Ustadz Maheer di akun twitter miliknya  pada 12 November 2020.
Buntut dari dua pernyataan tersebut di atas terus balas berbalas dari kedua kubu jika ingin disebut. Jelas NM dengan pernyataannya dianggap mewakili kubu yang tidak simpatik dengan apa yang dilakukan oleh HRS walaupun NM tak menyebut nama HRS. Begitu juga dengan Ustadz Maheer jelas sekali pernyataannya membela HRS dengan meng-kounter pernyataan NM dan menyertakan foto NM.Â
Tak habis hingga sekarang efek pernyataan yang menyita energi hingga tak ada lagi batas sarkas dan publik terus terlibat tanpa rem lagi. Entah bagaimana lagi hal yang besar dan butuh solusi secepatnya bisa terabaikan karena hal seperti itu.Â
Ekonomi masih resesi, pandemi Covid 19 belum berakhir, polemik UU Omnibus Law dan lain-lainnya sangat butuh perhatian ekstra. Apa iya perseteruan dua pernyataan memang ada yang diuntungkan? Jika iya siapa?Â
Tapi bisa juga iya, sebab tidak ada yang tidak mungkin dalam mengambil keuntungan bahkan kalau bisa dibuat lebih keruh lagi hingga semua pandangan jadi buram dan samar akan kondisi yang sesungguhnya terjadi.Â
Keluar konteks sedikit dari perseteruan NM dan Ustadz Maheer mengenai kata 'lonte'. Jika merujuk ke KBBI ( Kamus Besar Bahasa Indonesia) kata lonte sendiri berarti perempuan jalang; wanita tunasusila; pelacur; sundal.Â
Kasar memang maknanya dan itu jadi pilhan kata membalas di salah satu pernyataan hingga terlihat di publik. Bukan tidak mungkin anak-anak yang belum mengerti kata lonte akan mencari artinya karena penasaran.Â
Kata lonte tak hanya kali ini terdengar dan mungkin juga ada yang pernah mendengar dalam pergaulan sehari-hari. Iwan Fals bahkan mengemas kata lonte menjadi suatu karya seni dalam alunan lagu yang indah dan bercerita betapa orang yang disebut lonte memiliki jiwa yang sama dengan manusia lainnya.
Kutipan potongan lirik lagu lonteku (Iwan Fals)Â
Lonteku, Terima kasihÂ
Atas pertolonganmu di malam itu
lonteku, dekat padakuÂ
mari kita lanjutkanÂ
cerita hari esok
walau kita berjalan dalam dunia hitam
Benih cinta tak pandang siapa
Meski semua orang singkirkan kita
Genggam tangan erat-erat kita melangkah
Tentu saja  penggunaan kata lonte dalam lagu milik Iwan Fals tersebut bermakna sama namun melempar pesan dalam lirik utuh. Lonte juga manusia punya rasa, rasa punya hati jika boleh meminjam lirik Seurius band yang ngetop beberapa tahun yang silam.Â
Sarkasnya kata yang diumbar di permukaan publik tentu akan dianggap biasa dan setiap orang bisa melakukan. Â
"Apalagi di media sosial, influencer sebagai role model akan ditiru oleh follower-nya bila berkata-kata kasar atau mengumpat karena akan diangggap keren. Di sisi lain, komentar-komentar netizen pun akan memengaruhi walaupun tidak benar," kata Gianti Gunawan Dosen Psikologi Universitas Kristen Maranatha, Gianti Gunawan (kutipan, Kumparan 5 Februari 2020)
Bangsa ini butuh perhatian khusus untuk masalah yang lebih besar lagi. Banyak perbaikan yang mesti ditambal bersama. Marilah semua serius menahan amarah dan tebar pesona kebaikan dengan menilik bahwa ada anak-anak kita sebagai generasi masa depan yang juga sedang memperhatikan dan bisa jadi mencontoh kita sebagai para orangtua. (Isk)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H