Kita yakin Pak Jokowi pasti tahu keadaan terkini yang mendera rakyat Indonesia. Tentunya banyak menjawab iya susah walaupun masih ada suara yang tetap bilang kita di kondisi yang tidak apa-apa. Betapa tidak pandemi covid 19 yang bisa dianggap secara resmi hadir 02 Maret 2020 lalu meluluh lantakkan ekonomi dan keuangan dan bisa saja pendapatan negara serta rencana kerja rutin pemerintah.
Sri Mulyani (Menteri Keuangan RI) pun sudah mengakui bahwa Indonesia terpuruk karena quartal I 2020 (Q1) hanya mencapai 2,97 persen jauh dari target yang awalnya diharapkan kisaran 4,5-4,6 persen.
Diakuinya (Sri Mulyani) bahwa hal tersebut terjadi karena adanya WFH (Work From Home) dan physical distancing guna mencegah penyebaran Covid 19. Hal ini diduga akan berdampak lebih jauh pada quartal II 2020 yang menyebar ke daerah.Â
Solusi yang ada memperluas Bansos (Bantuan Sosial ) dan menjadi salah satu strategi pemerintah mengantisipasi hal ini, terutama melakukan ekspansi sehingga bansos bisa mencakup 60 persen masyarakat Indonesia yang terdampak.
Sementara Kepala Center of Macroeconomics and Finance Insitute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman menilai dampak pada pertumbuhan ekonomi seharusnya tidak sebesar itu. Pasalnya, pengurangan aktivitas ekonomi baru terjadi pertengahan Maret 2020. PSBB sendiri saja baru dimulai paling cepat 10 April 2020 di DKI Jakarta.
Seperti dikutip tirto.id Rizal mengatakan "Artinya pondasi dan bantalan ekonomi kita sangat rapuh sehingga saya melihat ke depan jangka pendek ini cukup riskan," ucap Rizal dalam siaran live di akun Youtube Indef, Rabu (6/5/2020).
Hal tersebut membuat Rizal menduga ada persoalan lain yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama menjadi terpuruk.
Okelah mengenai "gap" Â pendapat tersebut hanya bisa kita dengarkan dan saksikan. Lantas selain Bansos tentunya harus ada kebijakan berpihak yang semestinya ikut membantu penderitaan rakyat dan jadi stimulus pergerakan roda ekonomi. Kita bahkan tak mengupas apa yang terjadi dunia investasi sesungguhnya apakah bergeming atau tidak ?
Saat ini jelas tak bisa dipungkiri konsumsi rumah tangga menurun drastis, jika tak percaya tanya saja tetangga sebelah jika tidak dapat jawaban tanya lagi sebelahnya.
Tren pengangguran dan PHK sudah bukan di depan mata lagi tapi pada hampir setiap pemilik mata pembaca yang menanti menunggu giliran kena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).Â
Jelas saja jika ini tak serius ditanggapi kita menuju ke resesi karena berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi yang mesti digenjot senada dengan "effort" penanganan Covid 19. Ini artinya kejar-kejaran dengan masa pelonggaran PSBB yang berdampak bergeraknya roda ekonomi.
Ya kalau begitu beri stimulus dong bagi rakyat terdampak selain Bansos ( Bantuan sosial) yang berbentuk tunai maupun subsidi nyata. Bisa saja stimulus memperingan penderitaan rakyat dan membantu pergerakan roda ekonomi yang membantu sektor ekonomi dan keuangan negara.
Tapi kok iuran BPJS kesehatan malah naik? Walau sudah ada jawaban jika tak kuat membayar bisa turun kelas. Jelas saja pilihan utama logikanya para peserta akan lakukan turun kelas itupun dengan skala keuangan yang megap-megap di kondisi terkini.
Lalu jika tidak punya uang sama sekali? Gampang tinggal ajukan surat keterangan menjadi PBI (Penerima Bantuan Iuran). Namun itu semua jadi blunder karena sudah pasti menimbulkan permasalahan baru dalam pembiayaan operasional dan keberlanjutan BPJS pada khususnya. It's oke bisa diterima dan kita lanjut kepada hal yang memang jadi permasalahan terkini.
Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat)
Rizal Ramli (RR) sang ekonom senior sebenarnya malah lebih lunak menyikapi Tapera alias Tabungan Perumahan Rakyat yang kini wajib diikuti para pekerja.
Tapera sendiri sudah masuk dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). RR menyadari perumahan memang suatu hal yang dibutuhkan rakyat.Â
Hal yang mengejutkannya adalah masalah timing (waktu) Â dan pembiayaannya yang tak tepat dilakukan saat ini. Â RR Setuju setiap rakyat memiliki rumah di sisi lain ada turbulensi seperti kenaikan iuran BPJS, Listrik naik, pengangguran meningkat, situasi pandemi dan lain-lain.Â
RR menyarankan kebijakan Tapera sebaiknya menunggu situasi membaik alias normal kembali. Bijaklah pak Jokowi dan berteman dengan kritik dan masukan agar semua bisa berjalan sesuai harapan.
Mekanisme penarikan kewajiban Tapera jika memang tetap dilaksanakan sebaiknya massif dilakukan sosialisasi lunak sambil menyerap masukan dan mari kembali lihat kondisi sesungguhnya. Kritik dan masukan bukanlah menentang tetapi sungguh mencintai bangsa dan negerinya hingga pemimpinnya. (Isk)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H