"Hilal telah tampak", ah jadi judul yang kini bisa saya tulis. Bukankah memang kata itu yang dinanti bagi semua umat muslim di dunia dan Indonesia khususnya. Ya tentu saja semua menantikan datangnya hilal sebagai penanda Ramadan telah berakhir. Ada yang bergembira akan datang datangnya hilal tapi tak semua. Ya tak semua nyatanya sekalipun dalam kesemangatan yang sama di hari yang fitri.
Pandemi corona telah bergejolak dan bisa dibilang terus melaju. Segala upaya telah dilakukan baik dengan kebijakan PSBB maupun lockdown lokal. Setelah upaya dilakukan dalam pencegahan penyebaran virus kini muncul dampaknya di segala bidang terutama ekonomi dan keuangan.
Pikiran Bang Udin Berkecamuk
Bang Udin tak sumringah dalam beberapa hari ini jelang lebaran walaupun terhitung tinggal seminggu. Entah apa yang menggelayuti. Apakah karena cucunya yang sedang dirawat di rumah sakit ? atau baju lebaran? Di sudut gang yang tampak ramai penghuni dan terlihat kumuh duduklah bang Udin dengan tangan menahan dagu yang seharusnya tak perlu ditahan karena memang Bang Udin tampak sehat.
Sebagai seorang office boy di suatu kampus yang biasa saja sebenarnya tanpa corona datang pun ya memang sudah kembang kempis kantong Bang Udin. Â Mahasiswa yang terdaftar di kampus tersebut juga semakin lama semakin menurun jumlahnya tak tahu mengapa.
Ongkos Bang Udin pun juga tak mendukung untuk tugasnya sebagai seorang office boy. Dalam kesehariannya hanya terpikir ongkos ke kampus. Nominal yang diterima memang di luar logika sebab di bawah satu juta dia terima setiap bulan.
Usaha yang membantu dapurnya dibantu oleh sang istri yang berjualan nasi uduk di rumah. Hasilnya pun hanya cukup untuk makan sehari-hari dan kadang modal untuk jualan besok dia pinjam dari tetangga.
Bang Udin sangat sayang kepada anak-anak dan cucunya. Di tengah pandemi ini anak-anaknya pun mengalami dampak ekonomi ada yang dirumahkan dan di PHK Â hingga akhirnya kumpul jadi satu di rumah Bang Udin. Betapa tidak Bang Udin memikirkan dan menanggung mereka sementara di usia senjanya tak ada lagi yang dia bisa lakukan.
Tak ada THR (Tunjangan Hari Raya) dia terima dan gajipun mulai tak jelas. Hatinya semakin merintih tatkla lebaran semakin mendekat. Bang Udin sedikit lirih berkata " Bu, maapin bapak ya sampai sekarang belon ada kabar dari kampus soal uang tambahan buat lebaran," kata Bang udin. " Ngga pape pak kan dah biasa kayak taon kemaren," kata Istri Bang Udin agak santai. " Lagian buat apalagi sih, asal kita sehat dan bisa ikut lebaran juga sama aje,"tambah Istri Bang Udin beri semangat.
Kesabaran istri Bang Udin memang sudah teruji tiada akhir sebab sepertinya ini perulangan dari tahun-tahun sebelumnya. " Kite harus nikmatin aje yang ade pak, kan sebelomya juga ngalamin," kata IStri Bang Udin.
Hari semakin mendekat lebaran dan keadaan masih seperti biasa. Bang Udin terus seperti ada pemberontakan dalam hatinya. " Ya Allah, Apa iya mesti seperti ini terus dan saya tersisa duit cuma 150 Â ribu," ujar Bang Udin setengah menunduk saat duduk di teras rumah dan mengadukan masalahnya ke Allah.
Bang Udin tetap menjalankan kewajibannya sholat di mushola kecil depan rumahnya. Dia tahu hari ini akan ada pengumuman hilal yang akan diumumkan resmi ke masyarakat. Dia hanya bisa ikuti dari siaran berita sebab handphone yang digunakan terbilang jadul tak bisa online. Sebagai pengurus musholla Bang Udin terbilang aktif maka kabar hilal jadi penting untuk kegiatan musholla terutama dalam hal zakat fitrah yang segera didistribusikan ke penerima.
Hilal telah tampak begitu kabar berita di layar tivi kecil bang Udin yang disaksikan oleh sang istri. Sontak sang istri kabarkan ke Bang Udin perihal Hilal telah tampak tersebut. Kabar sudah disampaikan namun Bang Udin tetap merenung di sudut musholah yang sudah mulai ramai oleh para penerima zakat yang sudah ditetapkan namanya.
Rumah Bang Udin yang kecil mungil dan tak terawat itu tampak gelap karena lampu depannya mati tak diganti lagi bohlam lampunya. Perlahan bunyi ketuk pintu tiga kali, tok.. tok.. tok. Suara pintu diketuk tapi tak didengar oleh penghuni dari dalam rumah.Â
Ada tetangga yang akhirnya mendengar dan coba membantu sang tamu. " Maaf pak, mau ketemu siapa ya ?" Tanya Ijem tetangga Bang Udin coba membantu. " Ini bu saya mau ketemu Bang Udin, kok ngga ada yang buka ya pintunya ..saya sudah ketok-ketok," jawab pemuda necis dan gagah tersebut. "Oh iya dek sebentar saya masuk sebentar ke dalam," Kata Ijem
"Bang Udin memang suka membantu mahasiswa tanpa pamrih karena merasa memang tugasnya"
Ijem langsung buka pintu dan masuk ke dalam memberitahukan perihal datangnya tamu Bang Udin. Rupanya istri Bang Udin sedang merebus ketupat buat besok lebaran bersama keluarganya di dapur. Istri Bang Udin keluar dan menyapa sang tamu. " Maaf mas, ada apa ya kalo boleh tahu ? " Tanya istri Bang Udin. " Saya Kiki bu, Bang Udin kenal saya waktu saya kuliah dulu. Saya pas lagi tugas di Jakarta memang berniat mampir ke Bang Udin,"kata pemuda bernama Kiki tersebut. " Oh gitu, iya deh sebentar saya panggil dulu ya Bang Udin." Istri bang Udin bergegas ke mushollah. " Pak, ada orang bilang namanya Kiki katanya mau ketemu. Sekarang orangnya ada di rumah," kata istri Bang Udin. " Kiki mana ya ?" gumam bang udin sambil mengingat-ingat.
Tibalah Bang Udin di rumah dan memperhatikan pemuda yang duduk di sofa bututnya. Pemuda tersebut dengan mata berkaca-kaca melihat bang udin. " Saya Kiki Bang, masih ingat ngga anak Fakultas Teknik Arsitektur angkatan 2002," kata Kiki coba bantu ingatan Bang Udin. Sontak Bang Udin teriak ," Ya Allah udah lama banget ya ki ngga ketemu, sekarang udah berubah gemuk putih dan ganteng," . " Saya kebetulan sedang tugas di Jakarta sampai sebulan," kata kiki yang kini jadi pejabat di suatu daerah.
Tak banyak kata dari Bang Udin selain hanya ikut bersyukur atas keberhasilan Kiki selama ini setelah Kiki bercerita panjang lebar. " Bang, kedatangan saya sekarang ini mau anter sedikit saya punya rezeki sebagai balas jasa Bang Udin yang sudah banyak membantu dalam tugas akhir saya dalam meraih kesarjanaan sampai berhasil saat ini,"Â Jelas Kiki. Ya, memang Bang Udin memang suka membantu mahasiswa tanpa pamrih karena merasa memang tugasnya.
Bang Udin hanya merunduk terdiam menahan tangis walaupun tak terbendung. Amplop coklat berisi uang mesti dia terima dari Kiki. Bang Udin tidak punya firasat apapun apalagi ini sudah saatnya takbiran detik-detik lebaran datang. Usai cerita panjang lebar Kiki bergegas pulang dijemput anak buahnya yang datang mengingatkan ada agenda lagi yang mesti diselesaikan. Bang Udin pun ikut antar Kiki ke jalan raya di mana  mobil diparkir.
Bang Udin pulang dan membuka amplop coklat tadi. Ternyata berisi uang sepuluh juta Rupiah dan betapa harunya Bang Udin hingga spontan sujud tanda bersyukur. Rahmat Allah yang datang selalu dia syukuri dengan baik dan semua dia dedikasikan untuk keluarga terutama cucu-cucu kesayangannya. Bang Udin kembali ke musollah untuk tunaikan tugasnya sebagai pengurus yang membagikan zakat fitrah di malam takbiran. Selamat Hari Raya Idul Fitri 2020/1441 H mohon maaf lahir dan bathin. (Isk)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H