Seakan tak pernah berhenti skandal merundung Indonesia yang memerlukan tatakelola terbaik dalam mengelola asset dan usahanya milik rakyatnya. Belum lama berita tentang maskapai penerbangan Garuda milik bangsa dengan penyelundupan Harley Davidson di badan Airbus A 330-900.Â
Kini Indonesia secara bangsa kembali diterpa ujian dengan munculnya berita gagal bayar polis pada 6 Oktober 2018 untuk para 470 warga Korea dan tragisnya hingga setahun berlalu. Kesimpulan logikanya para warga  negara Korea tersebut adalah adanya bangunan kepercayaan disebabkan karena milik negara alias BUMN sehingga berani memberikan dananya.
Sebelum Jiwasraya mencuat skandal Garuda dengan "Sparepart Harley Davidson dan sepeda Brompton"-nya seperti muncul dengan sistematik hingga hancurnya figur Ari Ashkara dan bahkan menurut pengamat politik dan aktivis 98' Irwan Suhanto ada kesan menutupi kasus besar lainnya sebut saja Jiwasraya yang kini ramai menjadi sorotan.Â
Irwan menganjurkan masyarakat untuk bisa lebih cerdas memilah kederasan informasi dan tetap fokus karena kepungan saluran informasi termasuk dari media sosial. Skandal Garuda bertepatan dengan hadirnya polemik Jiwasraya yang justru merugikan triliunan rupiah sehingga jangan sampai ramainya isu Garuda dan pergundikan mengaburkan kebobrokan lainnya.
Polemik Jiwasraya bergeser ke era rezim sebelumnya dan hal ini seperti bagian mudah politik cuci tangan dalam setiap pemerintahan hingga perlu analisa mendalam lagi. Tarik-menarik mulai terjadi hingga meramaikan berita mainstream hingga cuit medsos.
Dikutip dari Kontan menyebutkan Jiwasraya sudah ada masalah sejak era SBY. Jokowi mengatakan, masalah Jiwasraya sudah terjadi sejak 10 tahun lalu, atau sejak era Presiden ke-enam Susilo Bambang Yudhoyono. "Ini (Jiwasraya) persoalan sudah lama sekali 10 tahun yang lalu, problem ini yang dalam 3 tahun ini kami sudah tahu dan ingin menyelesaikan masalah ini," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Balikpapan, Rabu (18/12/).
Hal tersebut sontak mendapat reaksi kilat para politisi Demokrat yang notabene pendukung SBY Presiden sebelum dan wajar membela dan buat pernyataan pelurusan atas kondisi yang ada.
Permasalahan Jiwasraya yang gagal bayar sebesar 12,4 triliun Rupiah ini tentunya sangat menarik perhatian banyak pihak sebab jumlah tersebut bukanlah jumlah yang kecil.
Polemik pertanggungjawaban tersebut dijawab oleh Waketum Partai Demokrat Syarief Hasan yang tersinggung dengan pernyataan Jokowi. Syarif Hasan lebih menyarankan untuk segera menyelesaikan permasalahan tersebut ketimbang menyalahkan pemerintahan SBY.
Tak berhenti di situ saja mantan Sekretaris Menteri BUMN Said Didu juga mengatakan bahwa SBY memulihkan asuransi Jiwasraya (Persero) yang berada dalam kerugian di 1998 dalam keadaan merugi memiliki utang sebesar Rp6 triliun yang terjadi dalam media tahun 1998-2005 dan menyerahkan ke pemerintahan selanjutnya.Â
"Kemudian selesai 2009. Mulai dari 2009 Jiwasraya menjadi sangat sehat dan kelihatan puncak sehatnya tahun 2016 dengan untung lebih dari Rp 1 triliun," cetusnya (wartaekonomi.co.id).
Namun ada hal yang memang terus membuat kita terus ingin tahu apalagi mencuatnya berita Erick Tohir yang melindungi Dirut Jiwasraya. Langkah ini menarik dan diharapkan bisa menjadi bagian pengungkap dari potongan-potongan misteri yang ada alias puzzle. Erick Tohir bertekad melindungi Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Hexana Tri Sasongko sebagai orang yang berperan dalam pengusutan masalah keuangan di asuransi perusahaaan milik negara.
Nahhh, lantas kembali pembelaan muncul dari Andi Arief, Petinggi Demokrat, 'Tak usah muter2 dan berpolitik dalam selesaikan kasus "JiwasRaya gate." Selesaikan dengan jujur. Ada yg diduga pelaku yang ditarik jadi orang penting di staf Presiden. Menurut BPK Ada yg diduga perusahaan yg ditempatkan sahamnya oleh Jiwasraya, dan pemiliknya adalah Menteri BUMN," demikian kicauan Andi dalam akun twitter miliknya pada pukul 18.42 WIB, Senin (23/12). (riau24.com).
Itu adalah salah satu dari rangkaan kicauan berseri Andi Arief soal Jiwasraya malam ini. Menteri BUMN saat ini adalah Erick Thohir yang juga sebelumnya dikenal sebagai pengusaha termasuk di bidang media massa.
Jujurlah para pemegang kebijakan negara, saat ini negara dan rakyat sudah muak dan bosan dengan perseteruan entah apa yang terjadi rakyat tidak tahu. Mulailah bersikap malu dan bergandeng tangan membangun bangsa ke depan tanpa kepentingan.(Isk)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H